TEMPO.CO, Jakarta - Januari hingga Maret 2023 adalah kuartal pertama paling mematikan bagi migran Mediterania tengah sejak 2017, kata PBB, Rabu, 12 April 2023, dengan 441 jiwa melayang di saat jumlah penyeberangan ke Eropa melonjak. Demikian dilansir AFP.
Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB (IOM) mengatakan penundaan operasi pencarian dan penyelamatan (SAR) yang dipimpin negara berperan dalam beberapa insiden fatal dalam penyeberangan laut berbahaya dari Afrika utara.
IOM mengatakan 441 kematian yang diketahui dalam tiga bulan pertama tahun ini kemungkinan besar kurang dari jumlah sebenarnya.
“Krisis kemanusiaan yang berkepanjangan di Mediterania tengah tidak dapat ditoleransi,” kata kepala IOM Antonio Vitorino
"Dengan lebih dari 20.000 kematian tercatat di rute ini sejak 2014, saya khawatir kematian ini telah dinormalisasi. Negara harus merespons,” tambahnya.
IOM mengatakan penundaan penyelamatan merupakan faktor dalam setidaknya enam insiden sepanjang tahun ini, yang menyebabkan kematian sedikitnya 127 orang.
"Tidak adanya tanggapan sama sekali terhadap kasus ketujuh merenggut nyawa setidaknya 73 migran," katanya dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa upaya SAR organisasi non-pemerintah telah berkurang secara nyata dalam beberapa bulan terakhir.
Proyek Migran yang Hilang PBB juga menyelidiki beberapa kasus tentang kapal dilaporkan hilang, tidak ada catatan korban yang selamat, tidak ada jenazah dan tidak ada operasi SAR.
Nasib lebih dari 300 orang di kapal itu masih belum jelas, kata organisasi itu.
Keadaan darurat Italia
IOM mengatakan bahwa selama akhir pekan Paskah, lebih dari 3.000 migran mencapai Italia.
Jumlah pendaratan kapal telah melonjak tahun ini, dengan hampir 32.000 migran tiba di pantai Italia sejak Januari, menurut angka kementerian dalam negeri, dibandingkan dengan 8.000 selama periode yang sama 2022.
Pemerintah Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni, yang mulai menjabat pada Oktober berjanji untuk mengakhiri migrasi massal, Selasa malam mengumumkan keadaan darurat imigrasi selama enam bulan dan mengalokasikan tambahan lima juta euro ($ 5,5 juta) untuk mengelola masalah tersebut.
Meloni mengatakan ini akan memungkinkan "tanggapan yang lebih efektif dan tepat waktu", termasuk menyediakan fasilitas penerimaan dan pemrosesan yang lebih baik.
Tetapi para pengkritik mengatakan tindakan itu - digunakan lebih dari 120 kali dalam dekade terakhir, biasanya untuk bencana alam - menyamarkan kurangnya strategi migran yang tepat.
Badan perbatasan Uni Eropa Frontex mengatakan jumlah penyeberangan perbatasan tidak teratur kuartal pertama di rute Mediterania tengah hampir 28.000, tiga kali lipat jumlahnya dalam tiga bulan pertama 2022
Rute tersebut menyumbang lebih dari setengah dari semua penyeberangan perbatasan tidak teratur ke UE, dengan jumlah migran terbesar berasal dari Pantai Gading, Guinea, dan Pakistan.
"Pada Maret, total pendeteksian pada rute ini meningkat hampir sembilan kali lipat dibandingkan tahun lalu, menjadi lebih dari 13.000," katanya.
"Kelompok kejahatan terorganisir memanfaatkan cuaca yang lebih baik dan ketidakstabilan politik di beberapa negara tujuan untuk mencoba menyelundupkan sebanyak mungkin migran melintasi Mediterania tengah dari Tunisia dan Libya."