TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah perusahaan milik orang terkaya di Australia kalah banding melawan keputusan yang dibuat berdasarkan aturan adat Aborigin. Seperti dilansir Reuters, Jumat 7 April 2023, keputusan tersebut menghentikan rencana perusahaan dalam membangun bendungan di sungai yang membelah sebuah peternakan.
Perusahaan bernama Forrest and Forrest, milik miliarder Andrew Forrest dan istrinya, Nicola, bergerak dalam bidang tambang besi. Perusahaan ini berencana membangun bendungan di sepanjang sungai Ashburton untuk memasok air bagi peternakan tersebut.
Baca juga:
Pengadilan Administrasi Negara Bagian Western Australia justru menguatkan keputusan yang dikeluarkan pada 2019 oleh menteri urusan Aborigin negara bagian itu, yang menolak rencana pembangunan bendungan itu.
"Kami telah menemukan bahwa dalam budaya Thalanyji, Sungai dihormati, dan untuk alasan itu, kami telah menemukan bahwa Sungai itu suci bagi orang Thalanyji," kata pengadilan dalam keputusannya, yang dirilis pada Kamis malam.
Menurut hukum Native Title, orang-orang Buurabalayji Thalanyji adalah pemilik tanah tersebut. Pengadilan itu juga mengatakan bahwa lokasi dan tempat yang dipilih oleh perusahaan tersebut adalah situs-situs arkeologi penting yang memiliki nilai atau warisan budaya yang besar.
"Kami bersyukur karena keputusan tersebut mengedepankan koneksi spiritual dan budaya kami di atas kepentingan perusahaan peternakan milik pribadi," kata Buurabalayji Thalanyji Aboriginal Corporation.
Juru bicara Harvest Road, perusahaan milik grup investasi Tattarang milik Forrest and Forest, menyatakan tertarik berkolaborasi dengan orang-orang Thalanyji untuk memakmurkan lahan di properti tersebut.
"Kami mempertimbangkan berbagai pilihan dan masih bersedia untuk bekerjasama dengan Buurabalayji Thalanyji Aboriginal Corporation dalam mencapai hasil yang bisa meningkatkan keberlangsungan sektor pertanian di daerah itu," kata dia via email.
Andrew Forrest adalah ketua Fortescue Metals Group, sebuah perusahaan pengolahan bijih besi yang juga pemegang saham terbesar perusahaan ini.
Pilihan Editor: Australia Jelang Referendum Pengakuan Aborigin, PM Albanese: jika Tidak Sekarang Kapan Lagi?
REUTERS