TEMPO.CO, Jakarta - Prancis selangkah lagi mempunyai undang-undang yang mengatur ruang gerak influencer di media sosial. Majelis rendah parlemen Prancis, Majelis Nasional, mengesahkan rancangan undang-undang tentang pemberi pengaruh itu, untuk dibawa ke Senat.
Kemungkinan besar RUU itu akan diadopsi dalam beberapa minggu karena semua 49 deputi yang hadir di Majelis Nasional memberikan suara mendukung dalam sidang 31 Maret 2023, demikian dikutip dari Techcrunch.com.
RUU ini telah dinegosiasikan untuk sementara waktu ketika Aurélien Taché, seorang wakil dari partai hijau Prancis, mengajukan rancangan undang-undang pada November 2022. Menurutnya, banyak influencer mempromosikan penipuan karena tidak ada konsekuensi hukumnya.
Sekitar waktu yang sama, rapper Prancis Booba juga mulai mengecam scammers dan influencer di jejaring sosial, yang menyebabkan beberapa liputan media meluas.
Pemerintah Prancis sendiri kemudian mulai melihat topik ini dengan Kementerian Ekonomi melakukan konsultasi publik untuk lebih memahami dampaknya.
Baru-baru ini, Arthur Delaporte dan Stéphane Vojetta — masing-masing seorang wakil sosialis dan wakil dari partai Emmanuel Macron — kemudian mengajukan rancangan undang-undang sejenis dengan dukungan pemerintah.
Hasilnya adalah untuk pertama kali muncul definisi apa itu influencer berbayar, yakni seseorang yang memanfaatkan reputasinya untuk membagikan konten mempromosikan produk atau layanan dengan imbalan uang atau manfaat dalam bentuk barang. Influencer yang memenuhi kriteria ini harus mematuhi aturan baru.
Perubahan besar yang akan berdampak signifikan pada konten influencer adalah bahwa mereka harus mengungkapkan jika menggunakan filter atau jika wajah dan/atau tubuh mereka telah dioperasi. Penyebutan ini harus selalu terlihat di foto atau video itu sendiri.
Parlemen Prancis tidak berniat menghukum para influencer, namun melindungi pengguna media sosial dari masalah kesehatan mental, seperti anoreksia nervosa, bulimia, atau depresi.
RUU tersebut kemudian mencantumkan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang influencer. Secara khusus, jika RUU disahkan, influencer tidak akan dapat mempromosikan bedah kosmetik, produk dan layanan keuangan (termasuk cryptocurrency) dan produk palsu.
Dalam beberapa kasus, influencer masih dapat mempromosikan produk dan layanan seperti sebelumnya, tetapi mereka perlu menambahkan spanduk informasi tentang risiko yang terlibat. Pembatasan baru tersebut berlaku untuk layanan taruhan dan perjudian, serta video game yang memiliki fitur yang dapat dianggap sebagai taruhan atau perjudian.
Jika mempromosikan program pelatihan, mereka harus menyebutkan nama perusahaan pelatihan di belakangnya. Influencer juga harus lebih transparan dengan produk dropshipping. Misalnya, pelaku tidak dapat mempromosikan produk yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi Eropa karena produk tersebut tidak boleh dijual di Eropa sejak awal.
Saat influencer menerima promosi berbayar, mereka harus menyatakannya. Jika gagal memenuhi persyaratan ini, mereka akan menghadapi hukuman enam bulan penjara dan denda €300.000 atau Rp4,8 miliar.
TECHRUNCH
Pilihan Editor Ikuti AS, Australia Larang TikTok Digunakan di Perangkat Pemerintah