TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant meminta pemerintahnya menghentikan proses perubahan undang-undang soal peradilan. Menurut dia, perselisihan sengit atas tindakan tersebut menimbulkan bahaya bagi keamanan nasional.
Meskipun orang lain dalam koalisi pemerintahan kanan-ekstrem Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menyuarakan beberapa keraguan tentang perombakan peradilan yang diperdebatkan, Gallant adalah anggota kabinet senior pertama yang mengungkapkan keberatan kepada publik.
"Perpecahan yang semakin dalam merembes ke dalam badan militer dan keamanan - ini adalah bahaya yang jelas, langsung dan nyata bagi keamanan Israel. Saya tidak akan memfasilitasi ini," kata Gallant dalam pernyataan singkat yang disiarkan televisi, Sabtu, 25 Maret 2023.
"Perubahan undang-undang saat ini harus dihentikan," kata Gallant.
Setidaknya dua anggota parlemen dari partai Likud, Yuli Edelstein dan David Bitan, mendukung Gallant. Mereka menggemakan seruannya agar reformasi peradilan dilakukan, tetapi dengan persetujuan yang luas.
Tidak jelas apakah Netanyahu akan memperhatikan seruan mereka. Perdana menteri mengakhiri kunjungan ke London dan bertujuan untuk menyelesaikan setidaknya satu RUU dalam minggu mendatang.
Netanyahu berada di bawah tekanan dari kabinetnya. Satu kelompok ingin dia melanjutkan pembahasan RUU pekan ini.
RUU ini diyakini akan memberi koalisi yang berkuasa lebih banyak pengaruh dalam memilih hakim, yang menurut para kritikus akan merusak independensi peradilan.
Menyoroti ketegangan di kabinet Netanyahu, menteri polisi sayap kanan Itamar Ben-Gvir mendesak perdana menteri untuk memecat Gallant, yang menurutnya telah menyerah pada tekanan oposisi.
Pemimpin oposisi Yair Lapid memuji "langkah berani" Gallant. Dia mengaku siap untuk membicarakan reformasi begitu pemerintah menghentikan undang-undang tersebut.
Tetapi dengan mayoritas 64 kursi yang solid di parlemen, koalisi masih akan memiliki cukup suara tanpa Gallant, kecuali lebih banyak anggota parlemen mundur dari perubahan yang diusulkan.
Krisis Politik Terburuk
Rencana perombakan yudisial diumumkan pada 4 Januari 2023. Rencana itu menjerumuskan Israel ke dalam krisis politik terburuk dalam beberapa tahun, karena protes massa telah melanda negara itu.
Ini juga menimbulkan kekhawatiran di luar negeri dan peringatan tentang reaksi ekonomi yang serius.
Sebelumnya, Gallant menyuarakan kekhawatiran tentang gelombang orang Israel yang telah berjanji untuk tidak mengindahkan panggilan tugas cadangan militer jika reformasi dilanjutkan. Dia mengatakan hal itu dapat melemahkan kesiapan perang dan kohesi nasional.
Terlepas dari janji Netanyahu pekan ini untuk mengabadikan hak-hak sipil dalam undang-undang dan menunda beberapa bab dari perombakan selama reses parlemen April, oposisi tampaknya tidak melemah.
Media Israel mengatakan sekitar 200.000 orang Israel berunjuk rasa menentang rencana tersebut di Tel Aviv pada Sabtu. Puluhan ribu lainnya melakukan demonstrasi di seluruh negeri. "Kami di sini memperjuangkan demokrasi kami," kata pengunjuk rasa Hila Bron, 41 tahun.
REUTERS
Pilihan Editor Putin Tempatkan Senjata Nuklir Taktis di Belarusia, Ini Tanggapan AS