TEMPO.CO, Jakarta - Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar, Thomas Andrews, meminta komunitas internasional untuk mengoordinasikan sanksi guna melawan pelanggaran yang dilakukan oleh junta Myanmar.
Andrews mengatakan kepada wartawan di Jenewa pada Senin, 20 Maret 2023, bahwa kekerasan junta telah menggembleng dan memperkuat oposisi. Menurut dia, sanksi yang terkoordinasi dan terarah dapat semakin melemahkan kepemimpinan militer.
"Mereka memiliki kendali yang lebih sedikit atas negara dibandingkan dengan yang mereka lakukan pada awal kudeta ini," kata Andrews ihwal junta Myanmar.
"Kita dapat membuat perbedaan yang sangat signifikan jika kita meningkatkan dukungan kita dan mengoordinasikan dukungan itu. Saya pikir itu akan membuat perbedaan besar,” ujarnya menambahkan.
Sejak junta merebut kekuasaan pada Februari 2021, Myanmar terjerumus ke dalam kekacauan. Gerakan perlawanan menentang militer terjadi di berbagai bidang, menyusul tindakan keras berdarah terhadap lawan.
Pada Senin, Andrews juga berpidato di Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Dia mengatakan, negara-negara harus menganalisis bagaimana mereka dapat menghadapi pukulan terbesar terhadap junta. Dewan HAM PBB adalah satu-satunya badan yang terdiri dari pemerintah untuk melindungi hak asasi manusia di seluruh dunia.
Dia menyatakan, pengamatan itu harus mengarahkan mereka untuk berkoordinasi bersama penerapan sanksi dan embargo senjata. “Ada preseden untuk beberapa koordinasi antara beberapa negara,” kata Andrews. "Jadi yang saya katakan adalah 'mari kita kembangkan'."
Sebuah laporan PBB yang diterbitkan bulan ini menemukan bahwa kekerasan telah meningkat di Myanmar barat laut dan tenggara karena. Menurut laporan itu, ada serangan udara dan penembakan artileri, pembakaran massal desa untuk menggusur penduduk sipil, dan penolakan akses kemanusiaan.
Junta sebelumnya mengatakan sedang melakukan perang yang sah melawan teroris dan membantah telah terjadi kekejaman.
REUTERS
Pilihan Editor: Menteri Israel Berulah Lagi, Klaim Palestina Tak Ada dalam Sejarah