TEMPO.CO, Jakarta - Diaspora Muslim Indonesia di Jepang menggalang dana untuk membangun masjid As-Sholihin di Midori-ku, Yokohama, Prefektur Kanagawa, Jepang. Dari anggaran belasan miliar rupiah, saat ini baru terkumpul Rp1 miliar.
“Kita targetkan di 2023 ini, kita membebaskan lahan dengan harga Rp18 miliar kalau dirupiahkan atau 2,5 juta dolar AS. (Dana yang terkumpul) masih jauh sekali dari dana itu, masih tiga persen,” kata pengasuh As-Sholihin Yokohama Foundation, Arif Junaidi di Tokyo, Senin, 20 Maret 2023.
Total dana yang sudah terhimpun hingga 10 Maret 2023, yakni 9 juta yen atau sekitar Rp1 miliar yang sudah digunakan untuk uang muka senilai 3 juta yen atau Rp351 juta pada Januari 2023.
Dia menargetkan tahun depan pembangunan konstruksi sudah bisa dilakukan apabila pembebasan lahan rampung.
“Lahan yang kita sudah dapat itu sebetulnya bukan hanya dibangun untuk masjid saja. Jadi di situ ada dua unit apartemen dengan 10 kamar yang sisa tanahnya itu sekitar 377 meter persegi. Jadi, ini proyek yang bisa terus mengalir amal jariyahnya bukan dari pembangunan masjid saja, ada wakaf produktif dari unit apartemen yang kita beli nanti,” katanya.
Dia menuturkan ke depannya, tidak hanya masjid yang berdiri, tetapi juga toko halal atau ruang-ruang yang bisa disewakan untuk badan usaha.
Arif menjelaskan awal mula tercetus ide pembangunan masjid Indonesia As-Sholihin adalah dari komunitas Muslim Kirigaoka, Yokohama yang aktif dalam kegiatan-kegiatan syiar Islam, seperti pengajian rutin, bantuan sosial dan lainnya.
“Seiring bertambahnya jumlah populasi warga Muslim Indonesia di Yokohama, maka sudah saatnya memiliki tempat ibadah, yaitu masjid,” ujarnya.
Dia menambahkan tidak hanya warga Muslim Indonesia, tetapi juga dari berbagai negara seperti Sri Lanka, Pakistan, Bangladesh, India dan lainnya sudah menetap dan berkeluarga di Yokohama, dan sebagian besar di antaranya adalah perawat, teknisi, dan pemagang.
Arif menuturkan selama ini komunitas Muslim di wilayah itu harus menyewa tempat untuk melaksanakan shalat Jumat serta kegiatan lainnya, bahkan kadang beribadah di salah satu tempat tinggal secara bergantian.
“Tempat tinggal tersebut tidak cukup banyak menampung jamaah, belum lagi adanya aduan dari tetangga sekitar,” katanya.
Untuk itu, menurut dia, masjid menjadi kebutuhan untuk melaksanakan kegiatan, pusat pendidikan dan dakwah Islam.
Kendala yang dihadapi, lanjut dia, yakni kekurangan dana, batas waktu kontrak hanya dua bulan setelah penandatanganan serta banyaknya kampanye lain yang bersaing di Jepang.
Saat ini, pihaknya juga menggandeng berbagai pihak, seperti amalsholeh.com, kitabisa.com dan launchgood.com untuk penggalangan dana.
Pilihan Editor Setelah Sukses dengan Saudi-Iran, China Ingin Damaikan Rusia-Ukraina