TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin secara teoritis mengisolasinya dari dua pertiga negara-negara di dunia. Namun masih ada sejumlah negara yang bisa dikunjungi oleh Putin.
Surat perintah penangkapan untuk Putin dan komisioner Rusia untuk hak anak, Maria Alekseyevna Lvova-Belova, dikaitkan dengan deportasi paksa anak-anak selama perang dari Ukraina ke Rusia. Banyak anak-anak dari Ukraina yang telah diadopsi oleh keluarga Rusia.
Deportasi paksa penduduk diakui sebagai kejahatan di bawah undang-undang Roma, di mana Rusia menjadi salah satu penandatangannya namun menarik diri pada 2016. Karena Moskow tidak mengakui pengadilan tersebut, kecil kemungkinan Putin atau Lvova-Belova akan diserahkan ke yurisdiksinya.
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin yang dituduh mendeportasi ribuan anak Ukraina. Tapi surat penangkapan itu mengirimkan sinyal kepada pejabat senior Rusia bahwa mereka mungkin menghadapi tuntutan dan membatasi kemampuan untuk bepergian ke luar negeri, termasuk menghadiri forum internasional.
Balkees Jarrah, asosiasi direktur keadilan internasional di Human Rights Watch, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa keputusan tersebut mengirimkan pesan yang jelas bahwa memberikan perintah untuk melakukan atau mentolerir kejahatan serius terhadap warga sipil dapat mengarah ke sel penjara di Den Haag.
Keputusan ICC yang dikeluarkan pada Jumat berarti bahwa 123 negara anggota pengadilan harus menangkap presiden Rusia dan memindahkannya ke Den Haag, Belanda. Putin harus diadili jika menginjakkan kaki di wilayah mereka. Namun dengan 193 negara anggota PBB , masih ada 70 negara yang tidak berada di bawah naungan larangan ICC.
Amerika Serikat berpartisipasi dalam negosiasi yang mengarah pada pembentukan ICC tetapi pada tahun 1998 adalah salah satu dari hanya tujuh negara yang memberikan suara menentang Statuta Roma, perjanjian pendirian pengadilan. Namun, AS memberikan sanksi kepada Putin pada 25 Februari 2022, sehari setelah dia meluncurkan invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.
Negara-negara lain yang menentang Statuta Roma adalah Irak, Israel, Libya, Qatar, Yaman, dan Cina. Beijing masih secara resmi netral atas invasi Putin ke Ukraina dan perdagangan serta hubungan antara China dan Rusia telah menguat sejak awal perang dan kemungkinan akan menyambut kunjungan Putin. Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu Putin minggu depan di ibu kota Rusia.
Putin juga masih bisa pergi ke Iran, yang bertindak sebagai sekutu utama Moskow. Iran disebut memasok Rusia dengan drone yang digunakan dalam perang Ukraina. Negara demokrasi terbesar di dunia, India, juga bukan penandatangan ICC dan tidak mengutuk invasi Putin. Selama setahun terakhir, India telah memperkuat hubungan dengan Moskow.
Sementara itu, Putin mempertahankan hubungan yang kuat dengan negara-negara bekas Soviet, kecuali negara-negara Baltik dan Georgia, yang mengakui ICC. Ini masih memberinya pilihan untuk mengunjungi negara-negara di aliansi Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin Moskow seperti Armenia dan Azerbaijan. Belarusia, yang pemimpinnya Alexander Lukashenko mengizinkan pasukan Rusia untuk menggunakan negara itu sebagai pos persiapan perang, tetap menjadi sekutu yang kuat.
Ukraina bukan penandatangan pengadilan di Den Haag tetapi memberikan yurisdiksi ICC untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan di wilayahnya. Kyiv mengatakan bahwa lebih dari 16.000 anak Ukraina telah dideportasi ke Rusia sejak awal perang dengan banyak yang diduga ditempatkan di institusi dan panti asuhan.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Rusia tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini. "Oleh karena itu, keputusan semacam ini batal demi hukum," ujar Peskov.
NEWSWEEK | REUTERS
Pilihan Editor: Veteran AS Membelot ke Rusia, Kini Perang Melawan Ukraina