TEMPO.CO, Jakarta - Pelapor Khusus PBB untuk Palestina Francesca Albanese mengatakan, terpilihnya politikus sayap kanan ekstrem Benjamin Netanyahu sebagai PM Israel memperburuk keadaan di wilayah pendudukan.
Albanese mengatakan, orang-orang Israel di wilayah pendudukan memprovokasi warga Palestina sehingga dapat memiliki legitimasi untuk melakukan tekanan. Tokoh-tokoh Pemerintahan Netanyahu semisal Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Pertahanan Yoav Galant, menurutnya, mengeluarkan pernyataan yang menghasut seperti soal penghapusan kota Huwara di Tepi Barat.
“Ratusan pemukim dibiarkan berkeliling, bersenjata berat, untuk meneror serta menganiaya penduduk sipil yang tidak berdaya. Jadi, apakah Anda berharap tidak ada yang bereaksi?” kata Albanese saat wawancara virtual dengan Tempo pada Rabu, 8 Maret 2023.
Tepi Barat telah tegang selama berbulan-bulan. Serangan militer terjadi hampir setiap hari.
Al Jazeera, mengikuti data Otoritas Palestina mewartakan, pasukan dan pemukim Israel telah membunuh 78 warga Palestina sejak awal 2023, termasuk 14 anak-anak dan seorang wanita. Tiga belas orang Israel dan satu orang Ukraina juga tewas dalam serangan Palestina tahun ini.
Sementara, menurut catatan Albanese sebagai mandat pelapor khusus PBB, pada tahun lalu, sekitar 190-250 warga Palestina tewas. Jumlah orang Israel yang terbunuh 30. Selain itu, ada lebih dari 1.000 bangunan sipil yang dihancurkan. Terjadi 500 penangkapan setiap bulan di Tepi Barat dan Yerusalem. Sebanyak 5.000 tahanan Palestina ada di penjara Israel.
“Sembilan puluh persen penahanan bertentangan dengan Konvensi Jenewa. Anak-anak bahkan ditahan di sel isolasi,” kata ahli hukum internasional lulusan School of Oriental and African Studies asal Italia itu. Dia menambahkan, ada 700 anak di penjara tahun lalu dan lebih dari 900 warga Palestina dipenjara tanpa pengadilan.
Seorang pemukim mengamuk di Huwara pada bulan lalu, di tengah meningkatnya ketegangan di Tepi Barat. Itu mengundang kecaman di seluruh dunia. Kepala Pentagon Lloyd Austin mengatakan dalam kunjungan ke Israel pada Kamis lalu bahwa Amerika Serikat "sangat terganggu" oleh kekerasan tersebut.
“Mereka (para pemukim) akan melempari kami dengan batu atau menembaki kami. Kami tidak berani pergi lagi karena para pemukim berada di jalanan,” kata Ghazi Shehadeh, tukang kaca berusia 58 tahun, saat memasang jendela kaca ke bingkai salah satu dari lusinan rumah yang baru-baru ini dirusak, dikutip Reuters.
Pemerintahan Netanyahu yang mengambil alih kekuasaan Israel tahun lalu, saat ini sedang mendapat kritik internal atas rencana reformasi yuduisial. Sudah pekan kesepuluh pada Sabtu, 11 Maret 2023, warga Israel protes nasional menentang rencana pemerintah sayap kanan mengekang kekuasaan Mahkamah Agung. Para kritikus melihat itu sebagai ancaman terhadap independensi peradilan.
Albanese meyakini gejolak internal dalam politik Israel dampak perdebatan wacana hukum itu tidak akan menyentuh pembahasan dari akhir pendudukan wilayah Palestina. Dalam laporan pertamanya kepada Majelis Umum PBB pada tahun lalu, dia mengatakan, pembangunan permukiman Israel di wilayah pendudukan untuk mendirikan “Negara Yahudi” menyebabkan Palestina tidak bisa menentukan nasibnya sendiri.
Upaya itu, menurut Albanese, telah melanggar hukum internasional. Dia mendesak Pemerintah Israel menghentikan pendudukan di wilayah Israel dan tanpa syarat.
DANIEL A. FAJRI
Pilihan editor: Merasa Dipersekusi Pemerintah, Saudara PM Singapura Pilih Eksil ke Eropa