TEMPO.CO, Jakarta - China berhasil mempertemukan Iran dan Arab Saudi pada Jumat, 10 Maret 2023. Kedua negara yang selama ini berseteru itu, sepakat membangun kembali hubungan setelah permusuhan bertahun-tahun yang telah mengancam stabilitas dan keamanan di Teluk dan membantu memicu konflik di Timur Tengah dari Yaman hingga Suriah.
Kesepakatan itu diumumkan setelah empat hari pembicaraan yang sebelumnya dirahasiakan di Beijing antara pejabat tinggi keamanan dari dua kekuatan saingan Timur Tengah itu.
Teheran dan Riyadh setuju untuk melanjutkan hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan dalam waktu dua bulan, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Iran, Arab Saudi dan China. "Perjanjian tersebut mencakup penegasan mereka atas penghormatan terhadap kedaulatan negara dan tidak mencampuri urusan dalam negeri," demikian kesepakatan itu.
Arab Saudi memutuskan hubungan dengan Iran pada 2016 setelah kedutaannya di Teheran diserbu selama perselisihan antara kedua negara atas eksekusi Riyadh terhadap seorang ulama Muslim Syiah.
Kerajaan itu juga menyalahkan Iran atas serangan rudal dan pesawat tak berawak di fasilitas minyaknya pada 2019 serta serangan terhadap kapal tanker di perairan Teluk. Iran membantah tuduhan itu.
Gerakan Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman juga telah melakukan serangan rudal lintas batas dan pesawat tak berawak ke Arab Saudi, yang memimpin koalisi melawan Houthi, dan pada tahun 2022 memperluas serangan ke Uni Emirat Arab.
Perjanjian hari Jumat, yang ditandatangani oleh pejabat tinggi keamanan Iran, Ali Shamkhani, dan penasihat keamanan nasional Arab Saudi Musaed bin Mohammed Al-Aiban, setuju untuk mengaktifkan kembali perjanjian kerja sama keamanan tahun 2001, serta pakta lain sebelumnya tentang perdagangan, ekonomi dan investasi.
Diplomat top China, Wang Yi, menggambarkan kesepakatan itu sebagai kemenangan untuk dialog dan perdamaian, menambahkan bahwa Beijing akan terus memainkan peran konstruktif dalam mengatasi masalah global yang sulit.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan Arab Saudi telah memberi tahu Amerika Serikat tentang pembicaraan di Beijing tetapi Washington tidak terlibat langsung. Dia mengatakan Washington telah mendukung proses tersebut sebagai upaya mengakhiri perang di Yaman.
"Ini bukan tentang China. Kami mendukung setiap upaya untuk mengurangi ketegangan di kawasan. Kami pikir itu untuk kepentingan kita, dan itu adalah sesuatu yang kami kerjakan melalui kombinasi pencegahan dan diplomasi efektif kami sendiri," kata Kirby.
Hubungan strategis lama antara Riyadh dan Washington telah tegang selama pemerintahan Presiden Joe Biden atas catatan hak asasi manusia kerajaan, perang Yaman dan hubungan baru-baru ini dengan Rusia dan produksi minyak OPEC+.
Sebaliknya, hubungan Arab Saudi yang tumbuh dengan China disorot oleh kunjungan pejabat tinggi Presiden Xi Jinping tiga bulan lalu. Pengumuman Jumat datang pada hari Xi meraih masa jabatan ketiga sebagai presiden China di tengah sejumlah tantangan.
Pilihan Editor PepsiCo dan FrieslandCampina Hentikan Pembelian Minyak Sawit dari Indonesia, Ini Sebabnya
REUTERS