TEMPO.CO, Jakarta -Otoritas Taliban kembali membuka universitas-universitas Afghanistan pada Senin, 6 Maret 2023, setelah liburan musim dingin. Akan tetapi, hanya laki-laki yang kembali ke kelas. Larangan perempuan masuk kampus masih berlaku.
Larangan perempuan untuk masuk universitas adalah salah satu dari beberapa pembatasan yang diberlakukan oleh Taliban sejak kembali berkuasa pada Agustus 2021. Langkah itu telah memicu kemarahan global – termasuk di seluruh dunia Muslim.
"Sungguh memilukan melihat anak laki-laki pergi ke universitas sementara kami harus tinggal di rumah," kata Rahela, 22 tahun, dari provinsi tengah Ghor, dikutip France dari AFP.
"Ini adalah diskriminasi gender terhadap anak perempuan, karena Islam mengizinkan kami untuk mengejar pendidikan tinggi. Tidak ada yang boleh menghentikan kami untuk belajar."
Pemerintah Taliban memberlakukan larangan tersebut setelah menuduh mahasiswi mengabaikan aturan berpakaian yang ketat dan persyaratan untuk ditemani oleh kerabat laki-laki ke dan dari kampus.
Sebagian besar universitas telah memperkenalkan pintu masuk dan ruang kelas yang dipisahkan menurut jenis kelamin. serta mengizinkan perempuan untuk diajar hanya oleh profesor perempuan atau laki-laki lanjut usia.
Ejatullah Nejati, seorang mahasiswa teknik di Kabul University, terbesar di Afghanistan, mengatakan perempuan punya hak dasar untuk belajar.
“Walaupun mereka kuliah di hari yang berbeda, tidak masalah. Mereka punya hak untuk mengenyam pendidikan dan hak itu harus diberikan kepada mereka,” ujarnya saat memasuki kampus universitas.
Pelapor Khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Afghanistan, Richard Bennett, menemukan bahwa perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan kemungkinan merupakan penganiayaan gender, hingga kejahatan terhadap kemanusiaan. Laporan itu mencakup Juli hingga Desember 2022.
"Kebijakan Taliban yang disengaja dan diperhitungkan adalah untuk menolak hak asasi perempuan dan anak perempuan dan menghapus mereka dari kehidupan publik," kata Bennett dalam laporan yang dipresentasikan di Dewan Hak Asasi Manusia, Jenewa, pada Senin, 6 Maret 2023.
"Ini mungkin merupakan kejahatan internasional atas penganiayaan gender yang dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pihak berwenang,” ujarnya menambahkan.
Taliban berulang kali mengatakan mereka menghormati hak-hak perempuan sejalan dengan interpretasi mereka tentang Islam dan budaya Afghanistan. Pihaknya menekankan bahwa mereka berencana membuka sekolah di masa depan setelah menetapkan persyaratan tertentu untuk anak perempuan.
Bennett mengatakan Dewan Hak Asasi Manusia harus mengirim pesan yang kuat kepada Taliban bahwa "perlakuan buruk terhadap perempuan dan anak perempuan tidak dapat ditoleransi dan tidak dapat dibenarkan atas dasar apa pun, termasuk agama".
"Efek kumulatif dari pembatasan terhadap perempuan dan anak perempuan memiliki dampak jangka panjang yang menghancurkan pada seluruh populasi, dan itu sama saja dengan apartheid gender," katanya.
Pada Desember, Taliban melarang sebagian besar pekerja bantuan wanita. Kabul mendorong banyak lembaga bantuan untuk menghentikan sebagian operasi di tengah krisis kemanusiaan yang terjadi selama bulan-bulan musim dingin.
REUTERS I FRANCE 24
Pilihan Editor: Mesin Rusak, Roket Jepang untuk Angkut Pengintai Korut Terpaksa Dihancurkan