TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Ebrahim Raisi menuduh musuh Iran berada di balik keracunan massal yang terjadi terhadap ratusan siswi di seluruh negeri. Siswi yang berasal lebih dari 30 sekolah di empat kota mengalami keracunan.
Kasus pertama pada November lalu dimulai di kota suci Iran, Qom. Akibatnya beberapa orang tua mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah. Menteri Kesehatan Iran mengatakan pada Selasa bahwa ratusan anak perempuan di sekolah yang berbeda telah menderita. Beberapa politisi mengatakan para siswi ini mereka mungkin menjadi sasaran kelompok agama yang menentang pendidikan anak perempuan.
Dalam pidato yang disiarkan secara langsung di televisi pemerintah pada Juamt, 3 Maret 2023, Raisi menyalahkan musuh Iran atas keracunan itu. "Ini adalah proyek keamanan untuk menimbulkan kekacauan di negara dimana musuh berusaha menanamkan rasa takut dan ketidakamanan di antara orang tua dan siswa," katanya.
Dia tidak mengatakan siapa musuh-musuh itu. Biasanya Iran menuduh Amerika Serikat dan Israel sebagai musuhnya.
Secara terpisah, seorang pejabat senior Iran mengatakan sebuah kapal tanker bahan bakar yang ditemukan di sebelah sebuah sekolah di pinggiran Teheran dan terlihat pula di dua kota lain, mungkin terlibat dalam peracunan. Pihak berwenang menyita kapal tanker itu dan menangkap pengemudinya, kata Reza Karimi Saleh, wakil gubernur pinggiran kota Pardis, kepada kantor berita semi-resmi Tasnim.
Saleh adalah pejabat pemerintah pertama yang melaporkan penangkapan kapal tanker sehubungan dengan gelombang keracunan.
Dia mengatakan kapal tanker yang sama juga pernah ke Qom dan Boroujerd, di Provinsi Lorestan di Iran barat. Di dua kota itu terjadi keracunan massal para siswi.
"Penjaga di tempat parkir tempat truk tangki bahan bakar diparkir juga mengalami keracunan," kata Saleh merujuk ke situs Pardis.
Di Jenewa, kantor hak asasi manusia PBB pada hari Jumat menyerukan penyelidikan transparan atas serangan tersebut. "Kami sangat prihatin dengan tuduhan bahwa anak perempuan sengaja dijadikan sasaran dalam situasi yang tampaknya misterius," kata Ravina Shamdasani, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia.
Dia mengatakan temuan penyelidikan pemerintah harus dipublikasikan. Dia juga menuntut agar para pelakunya dibawa ke pengadilan.
Beberapa politisi Iran mengatakan bahwa siswi-siswi tersebut bisa saja menjadi sasaran kelompok agama yang menentang pendidikan anak perempuan. Unggahan di media sosial penuh dengan foto dan video gadis-gadis yang dirawat di rumah sakit. Beberapa mengatakan mereka mual dan menderita jantung berdebar-debar. Lainnya mengeluh sakit kepala atau jantung berdebar-debar.
REUTERS
Pilihan Editor: 6.000 Tentara AS Latihan Militer Besar-besaran di Thailand, Indonesia Ikut Serta