Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mengenal Komunitas La Sape di Kongo, Rela Miskin asal Pakai Barang Branded

image-gnews
Anggota komunitas La Sape. Instagram/official_sapologie
Anggota komunitas La Sape. Instagram/official_sapologie
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta -  Ada banyak cara dalam mengekspresikan diri, salah satunya dengan memakai pakaian mahal. Menjadi kebutuhan primer selain pangan dan papan, sandang atau baju tidak hanya berfungsi melindungi tubuh dari pengaruh buruk lingkungan. Namun bagi sebagian orang, pakaian juga dianggap sebagai suatu hal yang prestius untuk meningkatkan kepercayaan diri. Termasuk pula bagi kelompok La Sape di Kongo.

Sekelompok manusia yang mengatasnamakan dirinya sebagai La Sape, kerap mencuri perhatian dunia. Pasalnya, beberapa orang tersebut berpakaian mencolok di saat tetangga di sekitarnya jauh dari kata sejahtera. Demi mampu bersaing dan berlenggak-lenggok layaknya model di atas panggung, sejumlah penduduk Kongo tersebut rela menahan lapar asalkan penampilan tetap memukau. Lantas, bagaimana sejarah La Sape bisa berkembang hingga seperti sekarang?

Asal Usul La Sape

Dilansir dari laman Roots & Routes, kelompok La Sape memiliki nama asli Societe des Ambianceurs et des Personnes Élégantes, dipelopori oleh seorang pria Kongo asli, yakni Andre Grenard Matsoua. Dia adalah seorang imigran yang pulang dari Paris ke Kongo dengan berpakaian seperti ‘Monsieur’ Perancis pada 1920.

Sebagai salah satu negara jajahan Negeri Menara Eiffel, penduduk negara yang dulunya dikenal dengan Zaire tersebut memiliki stigma ‘kasar’ dan ‘telanjang’. Sementara bangsawan Perancis berpenampilan anggun dalam balutan setelan warna-warni ketika menonton konser Jazz.

Andre dilahirkan sekitar tahun 1889 dan berniat mengejar karir di gereja. Sayangnya, dia meninggalkan studinya dan pindah ke Perancis sejak 1923. Pada 1925, dirinya berpartisipasi dalam Perang Rif. Keinginan untuk mengubah ketidakadilan kolonial diwujudkan dengan pendirian gerakan elit Afrika L’Amicale des Originaires de l’Afrique Equatoriale Française. Mengusung ciri khas berintelektual tinggi dan berpakaian bagus

Siapa La Sape?

Sebagian besar pria berusia 20-40 tahun di Kongo akan mengenakan busana mewah hasil rancangan desainer. Beberapa diimpor langsung dari Eropa dan sebagian lainnya bergaya vintage dengan sentuhan lokal. Mereka rela mengabaikan kondisi ekonomi demi penampilan di atas kelas mereka.

Sebenarnya, La Sape berkembang di dua negara, yakni Republik Kongo yang beribu kota Brazzaville dan Republik Demokratik Kongo dengan ibu kota Kinshasa. Munculnya fenomena di kedua negara ini didasarkan oleh persamaan sosiopolitik. Keduanya memiliki pengalaman menjadi korban penjajahan kolonialisme selama bertahun-tahun.

Gerakan berpakaian mencolok baru menjadi kiblat fashion setelah kemerdekaan di tahun 1960. Banyak warga Kongo merantau ke Paris dan London kemudian kembali dengan pakaian menawan. Papa Wemba, seorang penyanyi rumba Kongo digadang-gadang sebagai tokoh di balik populernya tampilan Sapeur.

Cara Menjadi La Sape

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan catatan Tariq Zaidi melalui Vogue Scandinavia, kelompok La Sape tidak hanya diisi oleh para pria, tetapi juga wanita yang jumlahnya diperkirakan sekitar 15%. Penganut fenomena Sapeur meningkatkan rasa bangga. Bukan hanya soal pakaian yang dikenakan, tetapi juga menggambarkan sikap dan cara memandang hidup.

Banyak wanita Kongo yang baru mulai menjadi sapeus demi menentang sistem patriarki. Untuk membeli setelan jas, diperlukan biaya mencapai US$ 2.000. Mereka tak mempermasalahkan apabila harus menabung sedikit demi sedikit selama bertahun-tahun. Bagi La Sape, menghabiskan tabungan untuk baju lebih penting daripada membeli kendaraan atau rumah.

Alih-alih membeli pakaian lebih murah dengan model yang sama atau menggunakan label palsu. Praktik ‘kebohongan merek’ dianggap sebagai tindakan buruk oleh kalangan La Sape. Selain karena alasan tingginya gairah untuk terlihat mentereng, status ‘elit’ juga mendorong mereka menggunakan aksesori dari brand ternama, seperti Dior dan Chanel.

Anggota komunitas La Sape juga dengan senang hati saling bertukar atau meminjam pakaian secara gratis. Di Republik Kongo, La Sape lebih dari evolusi penampilan. Namun berkembang menjadi alat emansipasi melawan kekuatan kolonial. Serta memberi citra baru bahwa orang kulit hitam juga mampu berperan terhadap perubahan.

NIA HEPPY | MELYNDA DWI PUSPITA 

Pilihan Editor: Pesawat Militer Rusia Diserang Drone di Belarus

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Tampil Kasual dengan Baju Flanel

5 hari lalu

Tampil Kasual dengan Baju Flanel

Baju flanel dapat dibeli baik di toko fisik ataupun toko online seperti Shopee


Kilas Balik 69 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Dampaknya bagi Dunia

6 hari lalu

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD (ketujuh kanan), Ketua MPR Bambang Soesatyo (delapan kanan) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (keenam kanan) dan puluhan delegasi pimpinan MPR negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) foto bersama seusai pembukaan Konferensi Internasional secara resmi di Gedung Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Selasa 25 Oktober 2022. Konferensi Pimpinan MPR Negara-negara OKI tersebut merupakan pertemuan Internasional untuk membahas forum MPR dalam mewujudkan perdamaian dunia dan penguatan parlemen dari negara-negara Islam. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Kilas Balik 69 Tahun Konferensi Asia Afrika dan Dampaknya bagi Dunia

Hari ini, 69 tahun silam atau tepatnya 18 April 1955, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat.


Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

13 hari lalu

Seorang gadis dengan blus ala boho chic menghadiri Coachella Valley Music & Arts Festival 2016, di Indio, California.  Matt Cowan/Getty Images for Coachella
Gaya Fesyen Boho Chic Jika Memenuhi 3 Aspek Ini

Gaya Boho Chic pada dasarnya adalah gaya santai yang menggabungkan unsur-unsur hippie, nomaden, dan vintage. Begini lebih jelasnya.


Industri Mobil Listrik Ancam Sepertiga Populasi Kera Besar di Hutan-hutan Afrika

17 hari lalu

Seekor gorila gunung di Taman Nasional Hutan Perawan Bwindi, Uganda barat. (Xinhua/Yuan Qing)
Industri Mobil Listrik Ancam Sepertiga Populasi Kera Besar di Hutan-hutan Afrika

Penelitian mengungkap dampak dari tambang mineral di Afrika untuk memenuhi ledakan teknologi hijau di dunia terhadap bangsa kera besar.


Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

18 hari lalu

Victoria Beckham. Instagram.com/@victoriabeckham
Kolaborasi Victoria Beckham dan Mango, Apa Koleksi Terbarunya?

Koleksi Victoria Beckham dan Mango yang terbaru dari rangkaian kolaborasi para penggemar street fashion


Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

22 hari lalu

Terdakwa kasus pencemaran nama baik, Ahmad Dhani mengenakan peci hitam saat menjalani sidang lanjutan di PN Surabaya, Selasa, 12 Februari 2019. Saat ini Dhani sedang menjalani sidang atas kasus yang terjadi di Surabaya. ANTARA/HO/Ali Masduki
Sejarah Peci Ratusan Tahun Lalu, Disebar Pedagang Hingga Populer Jadi Busana Lebaran

Peci yang identik dengan busana lebaran telah dikenal masyarakat sejak ratusan tahun lalu.


Ribuan Anak Afrika Terserang Sindrom Mengangguk, Gangguan Saraf yang Masih Misterius

26 hari lalu

Sejumlah anak-anak yang mengalami malnutrisi bermain di rumah sakit anak di Bangui, Republik Afrika Tengah, 11 Februari 2016. AP/Jerome Delay
Ribuan Anak Afrika Terserang Sindrom Mengangguk, Gangguan Saraf yang Masih Misterius

Sindrom mengangguk menyerang ribuan anak di Afrika. Gangguan saraf ini masih misterius dan belum diketahui pasti penyebabnya.


Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

34 hari lalu

Pegiat industri fashion di Yogyakarta mengikuti event  Ramadhan Runway 2024 yang digagas Indonesia Fashion Chamber di Yogyakarta 15-24 Maret 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono
Ramadan, Komunitas di Yogyakarta Edukasi Pecinta Fashion Rintis Karya Pemikat Wisatawan

Komunitas Indonesia Fashion Chamber (IFC) Yogyakarta meyakini, besarnya pasar wisatawan di Yogyakarta menjadi anugerah tersendiri untuk terus menghidupkan ekonomi kreatif di Kota Gudeg.


Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

51 hari lalu

Desainer, pengusaha, dan direktur kreatif IKAT Indonesia, Didiet Maulana/Foto: Doc. Pribadi
Tiga Tips Gaya Berpakaian untuk Jurnalis ala Didiet Maulana

Didiet Maulana, Direktur Kreatif Ikat Indonesia memberikan tips padupadankan gaya berpakaian ala jurnalis.


Dibesarkan dari Lahir, Singa Terkam Penjaga hingga Tewas

21 Februari 2024

Dua ekor anak singa Afrika (Panthera leo), Baha dan Gia beristirahat bersama induk mereka di Bandung Zoological Garden, Jawa Barat, Senin, 3 Januari 2022. Anak singa berkelamin jantan dan betina tersebut lahir dari indukan bernama Tera dan Melin. TEMPO/Prima Mulia
Dibesarkan dari Lahir, Singa Terkam Penjaga hingga Tewas

Seekor singa jantan membunuh penjaga yang telah merawatnya dari bayi saat sedang diberi makan.