TEMPO.CO, Jakarta - Seorang prajurit Ukraina membandingkan tank-tank Leopard 2 Jerman dengan sebuah Mercedes ketika ia menjalani pelatihan dengan tank-tank tersebut menjelang kedatangan di medan pertempuran. Ia berharap tank-tank itu dapat membawa terobosan dalam perang.
Ia berada di antara puluhan pasukan Ukraina yang dilatih Jerman pada simulator-simulator Leopard 2 dan kemudian mengemudikan tank-tank itu langsung di pusat pelatihan militer terbesar di Munster, sebelum mengirimnya ke Ukraina.
Bulan lalu, Jerman setuju untuk memasok tank-tank, yang dianggap sebagai salah satu yang terbaik dalam persenjataan Barat, mengatasi keraguan tentang pengiriman persenjataan berat yang dipandang Kyiv penting untuk mengalahkan invasi Rusia tetapi Moskow menganggapnya sebagai provokasi berbahaya.
"Penting bagi kami menggunakan senjata modern ini dengan bijak, ini akan membawa terobosan dan kami akan menang pada akhirnya,” kata tentara berusia 57 tahun itu.
Ditanya tentang perbedaan antara sistem Barat dan Soviet, ia mengatakan: “Anda dapat bayangkan ini seperti perbedaan antara sebuah Mercedes dengan sebuah Zhiguli" – mengacu pada mobil Soviet yang dijual dengan merek Lada di Barat.
Versi tank-tank Jerman ini yang dikirim, diproduksi oleh Krauss-Maffei Wegmann, berbobot lebih dari 60 ton, memiliki meriam smoothbore 120mm dan dapat mencapai target pada jarak hingga 4 km (2,5 mil).
Menteri luar negeri Ukraina bulan lalu mengatakan ia berharap menerima 120-140 tank barat dalam “gelombang pertama” pengiriman dari koalisi 12 negara, termasuk Leopard 2 Jerman, dengan waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan.
Secara keseluruhan, Jerman melatih beberapa ratus pasukan tentang berbagai aspek perang sebagai bagian dari upaya Eropa untuk mengajari sekitar 15.000 tentara.
Tentara lain, yang dilatih di atas kendaraan tempur infanteri Marder, mengatakan sistem Barat tidak jauh berbeda dari sistem kenderaan-kendaraan buatan Uni Soviet yang pernah digunakan Ukraina.
“Kami memiliki pengalaman dengan sistem persenjataan yang sama… Logikanya sama, kadang-kadang kami bahkan tidak memerlukan penerjemah untuk memahami instruksi,” kata tentara berusia 33 tahun. Seperti koleganya, ia mengenakan syal yang ditarik menutupi wajahnya dan mengenakan kacamata balistik berwarna oranye untuk menyembunyikan identitasnya.
Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius mengatakan ia terkesan dengan pasukan Ukraina.
"Bicara tentang perang berbeda dari melihat wajah-wajah orang yang … datang secara langsung dari medan tempur, dan yang akan kembali ke sana dengan tank-tank begitu mereka menyelesaikan latihan," katanya kepada wartawan.
Para tentara itu bekerja 12 jam per hari, enam hari per minggu.
"Mereka sangat termotivasi dan haus akan pengetahuan. Mereka tahu bahwa mereka akan kembali ke medan tempur dalam waktu lima minggu lagi,” kata seorang letnan kolonel Jerman yang bertanggung jawab untuk pelatihan Leopard dan hanya memberitahu namanya sebagai Peter.
Kedua tentara itu akan kembali ke Ukraina akhir Maret. Ditanya tentang bagaimana mereka mengatasi rasa takut, tentara berusia 57 tahun mengatakan pasukan-pasukan harus beradaptasi dengan perasaan itu. “Takut? Ya, semua orang takut. Tapi yang penting adalah cara Anda menghadapi rasa takut – dan bagaimana bertempur terlepas dari hal itu,” katanya.
REUTERS
Pilihan Editor: Covid-19: Taiwan Cabut Wajib Masker di Restoran dan Kantor