TEMPO.CO, Jakarta - Uni Emirat Arab mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa mereka tidak akan menyelenggarakan pemungutan suara, Senin, 20 Februari 2023 tentang sebuah rancangan resolusi yang menuntut Israel untuk “segera dan sepenuhnya menghentikan semua kegiatan permukiman Yahudi di dalam teritori Palestina yang diduduki,” menurut sebuah nota yang dilihat oleh Reuters.
UEA mengatakan kepada para timpalannya di dewan dalam nota yang dikirim pada Minggu bahwa mereka sekarang akan bekerja untuk menyusun pernyataan resmi - yang dikenal sebagai pernyataan presiden (PRST) - yang harus disetujui oleh dewan beranggotakan 15 orang melalui konsensus.
“Mengingat pembicaraan positif antara pihak-pihak, kami sekarang sedang mengerjakan sebuah draf PRST yang akan memperoleh konsensus,” kata nota itu. “"Oleh karena itu, tidak akan ada pemungutan suara pada rancangan resolusi pada hari Senin. Sebagian besar bahasa PRST akan diambil dari rancangan resolusi tersebut."
Amerika Serikat, Kamis, menyuarakan kekecewaan mendalam pada keputusan Israel untuk memperluas pemukiman Yahudi di teritori Palestina yang diduduki, dan juga menggambarkan dorongan untuk DK PBB mengecam langkah itu “tidak membantu”.
Uni Emirat Arab, Rabu lalu, telah mengedarkan naskah sebuah resolusi kepada Dewan Keamanan yang disusun berkoordinasi dengan Palestina. Langkah itu muncul setelah pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengizinkan sembilan pos pemukim Yahudi di Tepi Barat yang diduduki dan mengumumkan pembangunan massal rumah-rumah baru di permukiman yang telah berdiri sepekan lalu.
Amerika Serikat biasanya melindungi sekutunya Israel di PBB. Tetapi pada 2016 pemerintahan Barack Obama mengambil sikap abstain pada pemungutan suara untuk membiarkan dewan mengadopsi sebuah resolusi yang menuntut Israel berhenti membangun permukiman.
Sebagian besar negara dunia menganggap ilegal permukiman yang telah dibangun Israel di tanah yang dicaploknya pada sebuah perang 1967 dengan negara-negara Arab. Israel membantahnya dan menyebutkan hubungan alkitabiah, historis dan politik dengan Tepi Barat, juga kepentingan keamanan.
Setelah pengumuman pemerintahan Israel pekan lalu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan ia “sangat sedih.”
Draf resolusi dewan yang dimajukan oleh UEA akan menegaskan kembali “bahwa pembangunan permukiman oleh Israel di teritori Palestina yang diduduki sejak 1967, termasuk Yerusalem Timur, tidak memiliki validitas legal dan pelanggaran mencolok berdasarkan undang-undang internasional.
Draf itu juga mengutuk semua upaya aneksasi, termasuk keputusan-keputusan dan langkah-langkah oleh Israel menyangkut permukiman.
REUTERS
Pilihan Editor: Profesor Australia Disandera Kelompok Bersenjata Papua Nugini