TEMPO.CO, Jakarta - Mantan duta besar AS untuk PBB Nikki Haley mengawali kampanyenya untuk pencalonan presiden dari Partai Republik 2024, menantang mantan bosnya Donald Trump, yang jauh memimpin jajak pendapat baru Reuters/Ipsos.
"Sudah waktunya untuk kepemimpinan generasi baru," kata Haley dalam video yang dikirim timnya melalui email saat dia bergabung dengan Trump sebagai satu-satunya kandidat Partai Republik 2024 yang telah deklarasi, Selasa, 14 Februari 2024.
Haley, mantan gubernur Carolina Selatan yang menjabat sebagai duta besar PBB di bawah Trump dari 2017 hingga 2018, akan memaparkan rencana kampanyenya dalam pidato pada hari Rabu di Charleston, Carolina Selatan.
Putri imigran India, Haley, 51 tahun, telah mendapatkan reputasi di Partai Republik sebagai seorang konservatif solid yang memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah gender dan ras dengan cara lebih kredibel daripada banyak rekannya.
Meluncurkan pencalonannya lebih dari 20 bulan menjelang pemilihan November 2024 memberi Haley kesempatan untuk menarik perhatian Republik. Tapi juga bisa membuatnya menjadi target awal Trump yang agresif.
Sebuah jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dirilis pada Selasa menunjukkan bahwa 4% dari anggota Republik yang terdaftar mendukung Haley, jauh di belakang Trump dengan 43% dan Gubernur Florida Ron DeSantis, kandidat potensial, dengan 31%.
Kandidat potensial lainnya termasuk mantan Wakil Presiden Mike Pence, Senator AS Tim Scott dari South Carolina, Gubernur New Hampshire Chris Sununu dan mantan Gubernur Arkansas Asa Hutchinson.
Sehari setelah acara Haley, Scott akan memulai "tur mendengarkan" di Charleston, menurut penasehat kampanye. Dia kemudian akan melewati Iowa, negara bagian pemungutan suara awal penting lainnya.
Taylor Budowich, kepala kelompok pro-Trump Make America Great Again, menolak pencalonan Haley.
"Nikki Haley hanyalah politisi karier lainnya," katanya.
South Carolina diperkirakan akan menjadi tuan rumah salah satu pemilihan pendahuluan dari Partai Republik pertama pada tahun 2024 dan akan memainkan peran penting dalam memilih kandidat akhirnya.
Banyak pemimpin Republik di negara bagian itu telah mencari alternatif pengganti Trump di tengah kekhawatiran tentang elektabilitasnya, menurut lebih dari selusin pejabat partai dan ahli strategi.
Beberapa tokoh Republik terkemuka, termasuk Haley dan Scott, melewatkan penampilan kampanye Trump bulan lalu di Columbia yang dimaksudkan untuk menunjukkan dukungannya di negara bagian itu.
Haley mendapat reputasi nasional pada 2015, ketika menggalang komunitas bisnis dan badan legislatif negara bagian untuk mencopot bendera pertempuran Konfederasi dari halaman State Capitol setelah seorang pria bersenjata membunuh sembilan jemaah kulit hitam di sebuah gereja di Charleston.
Itu adalah tugas yang sulit. Banyak penduduk kulit putih di negara bagian itu melihat bendera tersdebut sebagai peringatan bagi para leluhur yang berperang dalam Perang Sipil, sementara banyak penduduk kulit hitam melihatnya sebagai simbol penindasan.
"Orang-orang tidak mengerti, kecuali Anda ada di sini, tindakan kepemimpinan yang demonstratif," kata Tom Davis, seorang senator negara bagian dari Partai Republik yang mendukung pencalonan Haley sebagai presiden.
Haley menuai kritik pada 2019 karena mengatakan di acara radio konservatif bahwa orang-orang melihat bendera itu sebagai simbol "pelayanan, pengorbanan, dan warisan".
Dia menyalahkan pukulan balik pada "budaya kemarahan" dan menunjukkan bahwa komentarnya menggemakan yang dia buat pada tahun 2015.
Haley telah menempatkan dirinya sebagai pembela kepentingan Amerika di luar negeri. Selama tugasnya sebagai duta besar untuk PBB, Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran, yang ditandatangani di bawah Presiden Demokrat Barack Obama dan sangat tidak populer di kalangan Republikan.
Dia telah menjauhkan diri dari Trump beberapa kali, hanya untuk kemudian melunakkan retorikanya, dengan mengatakan dia memiliki peran penting untuk dimainkan di Partai Republik.
Meskipun dia mengkritik Partai Republik karena meragukan hasil pemilu 2020, dia berkampanye menjelang pemilu paruh waktu 2022 atas nama banyak kandidat yang mendukung klaim penipuan pemilu palsu Trump.
Fakta bahwa Haley adalah seorang wanita dan keturunan India dapat memberinya suara yang lebih kuat dalam isu-isu identitas yang hangat, seperti mengajarkan sejarah Kulit Hitam, yang menjiwai banyak pemilih partai yang paling setia, kata para pendukung.
Pilihan editor Nikki Haley Maju Pemilihan Presiden AS, Berdarah India dan Capres Wanita Pertama Partai Republik
REUTERS