TEMPO.CO, Jakarta - Sidang terbesar terhadap aktivis prodemokrasi Hong Kong dengan dakwaan subversi dibuka pada Senin 6 Februari 2023. Seperti dilansir France24, puluhan tokoh pro-demokrasi dituduh mencoba menggulingkan pemerintah Hong Kong dalam kasus yang menurut para kritikus mencerminkan kriminalisasi perbedaan pendapat di wilayah China.
Baca juga: 9 Aktivis Hong Kong Divonis Hingga 10 Bulan Penjara karena Peringatan Tiananmen
Ke-18 terdakwa menghadapi hukuman penjara seumur hidup jika terbukti bersalah berdasarkan undang-undang keamanan nasional. Aturan ini menurut para kritikus mengikis otonomi yang dijanjikan ketika Hong Kong kembali ke China pada 1997, dan statusnya sebagai pusat bisnis global.
Mereka termasuk di antara 47 tokoh pro-demokrasi yang ditangkap pada 2021 berdasarkan undang-undang yang diberlakukan setelah protes pada 2019. Mereka didakwa sehubungan dengan pemilihan pendahuluan informal pada 2020.
Gerakan pro-demokrasi sebagian besar melemah setelah para aktivis dipenjara atau diasingkan. Semakin banyak profesional muda yang menanggapi erosi kebebasan sipil gaya Barat Hong Kong dengan pergi ke Inggris, Amerika Serikat, dan negara lain.
Pemilihan pendahuluan pada 2020 bertujuan untuk memilih kandidat pro-demokrasi yang dapat memenangkan kendali Dewan Legislatif wilayah tersebut. Jaksa menuduh mereka mencoba melumpuhkan pemerintah Hong Kong dan menggulingkan pemimpin kota dengan mengamankan mayoritas untuk memveto anggaran.
“Tujuan persekongkolan adalah untuk menumbangkan kekuasaan negara,” kata jaksa dalam keterangan pembukaannya.
Penuntutan melibatkan banyak aktivis kota yang paling menonjol, termasuk pakar hukum Benny Tai, mantan pemimpin mahasiswa Joshua Wong dan pemimpin partai oposisi Wu Chi-wai serta Alvin Yeung.
Tai dan empat orang lainnya adalah penyelenggara pemilihan dan memiliki keterlibatan yang sangat diperlukan, kata jaksa penuntut.