TEMPO.CO, Jakarta - Militer AS sedang mencari serpihan balon mata-mata China yang ditembak jatuh sehari sebelumnya, dalam kisah mata-mata dramatis yang semakin memperkeruh hubungan Washington dan Beijing.
Angkatan Laut Amerika Serikat sedang bekerja untuk mengumpulkan pecahan balon dan muatannya, Minggu, 5 Februari 2023. Pasukan Penjaga Pantai mengawal operasi tersebut, kata Jenderal Glen VanHerck, komandan Komando Pertahanan Dirgantara Amerika Utara dan Komando Utara AS.
Baca juga China Kecam Keras Penembakan Balon Mata-mata, Sebut AS Berlebihan
Penemuan serpihan berpotensi memberi Amerika Serikat wawasan tentang kemampuan mata-mata China, meskipun pejabat AS telah meremehkan dampak balon tersebut terhadap keamanan nasional.
Sebuah jet tempur Angkatan Udara AS pada hari Sabtu menembak jatuh balon tersebut di lepas pantai Carolina Selatan, seminggu setelah pertama kali memasuki wilayah udara AS di dekat Alaska. VanHerck mengatakan penembakan itu terjadi di perairan teritorial AS.
China memprotes tanggapan tersebut sebagai "reaksi berlebihan yang jelas", tetapi analis mengatakan bahwa setiap langkah balasan oleh Beijing kemungkinan akan dikalibrasi dengan baik untuk menjaga hubungan yang memburuk.
Anggota parlemen Republik mengkritik Presiden Joe Biden karena menunggu berhari-hari untuk menembak jatuh balon saat melayang di atas Amerika Serikat. Mereka menilai hal itu menunjukkan kelemahan AS terhadap China, apalagi awalnya pemerintah berusaha merahasiakan pelanggaran wilayah udara AS tersebut.
"Saya pikir sebagian darinya adalah keengganan presiden untuk mengambil tindakan apa pun yang akan dipandang sebagai provokatif atau konfrontatif terhadap komunis China," kata Tom Cotton dari Partai Republik, anggota Komite Angkatan Bersenjata Senat.
Mantan Presiden Donald Trump dan mantan direktur intelijen nasionalnya, John Ratcliffe, membantah penilaian Menteri Pertahanan Lloyd Austin bahwa balon serupa telah transit di Amerika Serikat selama masa kepresidenannya.
"China terlalu menghormati 'TRUMP' hingga hal ini terjadi, dan TIDAK PERNAH terjadi," tulis Trump di situs media sosial Truth Social.
Tetapi anggota DPR dari Republik lainnya, Michael Waltz, mendukung Austin, dengan mengatakan kepada Washington Post bahwa Pentagon telah memberi tahu Kongres tentang balon China yang terlihat di dekat Amerika Serikat beberapa kali selama masa jabatan Trump.
Dia mengatakan balon-balon itu terlihat di dekat Texas dan dua kali di dekat Florida, serta penampakan yang diketahui sebelumnya di dekat Hawaii dan Guam.
Demokrat mengatakan keputusan Biden menunggu sebelum menembak jatuh balon sampai melewati Amerika Serikat adalah untuk melindungi warga sipil dari puing-puing yang jatuh ke tanah.
"Presiden menyerukan agar ini ditangani dengan cara yang menyeimbangkan semua risiko yang berbeda. Itulah yang sebenarnya terjadi," kata Menteri Transportasi AS Pete Buttigieg dalam program "State of the Union" CNN.
Pemimpin Senat Demokrat Chuck Schumer menolak kritik dari Partai Republik sebagai "prematur dan politis."
"Intinya di sini adalah bahwa menembak jatuh balon di atas air bukan hanya pilihan yang paling aman, tetapi juga memaksimalkan keuntungan intelijen kami," katanya pada konferensi pers.
Pentagon akan memberi pengarahan singkat kepada para senator tentang balon dan pengawasan China pada 15 Februari, kata Schumer.
Mike Turner dari Partai Republik, ketua Komite Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat, mengatakan dia yakin China menggunakan balon itu untuk mencari cara melawan senjata nuklir dan sistem pertahanan rudal AS.
"Presiden telah membiarkan ini menyebar ke lokasi kita yang paling sensitif dan bahkan tidak akan memberi tahu publik Amerika," kata Turner pada program "Meet the Press" NBC.
Marco Rubio dari Partai Republik, wakil ketua Komite Intelijen Senat, mengatakan kepada program ABC News "This Week" bahwa China mencoba mengirim pesan mereka dapat memasuki wilayah udara AS. Rubio mengatakan dia meragukan puing-puing balon itu akan memiliki banyak nilai intelijen.
China sebelumnya mengaku bahwa balon udara itu diterbangkan untuk misi ilmiah pengamatan cuaca.
REUTERS