TEMPO.CO, Tokyo -Sejak lama, Jepang memang telah dikenal sebagai negara dengan krisis pertumbuhan penduduk. Banyaknya orang tua yang enggan memiliki anak menyebabkan jumlah kelahiran berbanding jauh dengan angka kematian.
Kemudian, bisa disebut kini Jepang krisis anak, artinya angka kelahiran tergolong rendah. Bagaimanakah langkah Pemerintah Negeri Sakura dalam menghadapi problem tersebut?
Baca : Jepang Bujuk Keluarga Pindah dari Tokyo, Ditawarkan Biaya Relokasi Rp 119 Juta per Anak
Kondisi Demografi Jepang
Melansir dari jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atau UMY, sejak Jepang ikut ambil bagian dalam Perang Dunia II pada tahun 1937, pertumbuhan populasi Jepang dapat dikatakan stabil. Kekalahan Negeri Matahari Terbit dalam Perang Dunia II pun mengubah tatanan penduduk serta perekonomian masyarakat Jepang.
Jepang yang kehilangan jutaan penduduknya dalam serangan bom Nuklir di Hiroshima dan Nagasaki, mengalami penurunan jumlah penduduk yang cukup drastis. Sebuah penelitian memperlihatkan jumlah populasi turun menjadi 72.147 juta orang pada tahun 1945 dari 74.433 juta orang di tahun sebelumnya.
Setidaknya hampir 3,1 juta penduduk Jepang yang meninggal selama Perang Dunia II dan masih banyak lagi yang terluka atau menderita penyakit yang mematikan akibat perang.
Baby Boom Lalu Mendadak Anjlok Gegara Takhayul?
Setelah Perang Dunia II usai dan membuat Jepang yang kalah dikuasai oleh Amerika Serikat, muncul peristiwa yang disebut sebagai baby boom. Baby boom adalah peristiwa ketika Perekonomian Jepang yang semakin stabil memicu pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat sebanyak 1 persen per tahunnya. Fenomena baby boom sendiri terbagi menjadi dua periode, yakni periode pertama pada 1947-1949 dan periode kedua di tahun 1971-1974
Namun secara tiba-tiba pada 1966, Jepang mengalami penurunan angka kelahiran sebesar 15 persen dibandingkan dengan rata-rata dua tahun sebelumnya. Hal ini terkait dengan tahun 1966 tersebut yang ditetapkan sebagai Year of the Fiery Horse.
Sebuah takhayul Jepang kuno yang menyatakan bahwa gadis-gadis yang lahir pada tahun itu akan membawa nasib buruk dan sial dalam pernikahan mereka. Ini membuat para orang tua berusaha untuk tidak melahirkan anak di tahun tersebut. Takhayul tersebut terus berlanjut dan menimbulkan masalah demogafi kininya.
Menurut Ministry of Health, Labor, and Welfare, jumlah kelahiran pada tahun 2016 hanya sebesar 981,000. Angka tersebut menandai pertama kalinya jumlah kelahiran jatuh di bawah angka 1 juta orang.
Pada 2016, jumlah kematian di Jepang diperkirakan sekitar 1.296.000 jiwa...