TEMPO.CO, Jakarta -Orang dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Medvedev, memperingatkan NATO bahwa kekalahan Moskow di Ukraina dapat memicu perang nuklir di Eropa. Presiden Rusia periode 2008 hingga 2012 itu mewanti-wanti aliansi militer Barat dalam mengambil kebijakan.
Baca juga: Mantan Presiden Rusia Curiga Hubungan Amerika dan Uni Eropa Retak
"Kekalahan kekuatan nuklir dalam perang konvensional dapat memicu perang nuklir. Kekuatan nuklir tidak pernah kalah dalam konflik besar yang menjadi sandaran nasib mereka," kata Medvedev yang sekarang menjabat sebagai wakil ketua dewan keamanan Putin, dalam sebuah posting di aplikasi pesan Telegram, Kamis, 19 Januari 2023.
Para petinggi NATO akan bertemu di Pangkalan Udara Ramstein, Jerman pada Jumat untuk membahas dukungan bagi Ukraina. Barat tengah mempertimbangkan untuk mengirim tank lebih banyak ke Kyiv.
Kremlin dengan cepat mendukung pernyataan Medvedev. Moskow mengatakan bahwa pernyataan tersebut sepenuhnya sesuai dengan prinsip Moskow.
Doktrin Moskow mengizinkan serangan nuklir setelah “agresi terhadap Federasi Rusia dengan senjata konvensional ketika keberadaan negara terancam”.
Sejak Rusia menginvasi Ukraina hampir setahun yang lalu, Medvedev telah berulang kali mengangkat ancaman kekacauan nuklir dan menggunakan hinaan untuk menggambarkan Barat. Rusia dan Amerika Serikat, sejauh ini merupakan kekuatan nuklir terbesar, memiliki sekitar 90 persen hulu ledak nuklir dunia.
Menurut Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia memiliki 5.977 hulu ledak nuklir sementara Amerika Serikat memiliki 5.428, China 350, Prancis 290 dan Inggris 225. Sebagai presiden, Putin adalah pembuat keputusan utama Rusia dalam penggunaan senjata nuklir.
Washington belum merinci apa yang akan dilakukannya jika Putin memerintahkan apa yang akan menjadi penggunaan pertama senjata nuklir dalam perang sejak Amerika Serikat melancarkan serangan bom atom pertama di kota-kota Jepang di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.
Sementara NATO memiliki keunggulan militer konvensional atas Rusia, dalam hal senjata nuklir, Rusia memiliki keunggulan nuklir atas aliansi di Eropa.
Invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari telah memicu salah satu konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II dan konfrontasi terbesar antara Moskow dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba 1962.
Putin menyebut "operasi militer khusus" Rusia di Ukraina sebagai pertempuran eksistensial dengan Barat yang agresif dan arogan dan mengatakan bahwa Moskow akan menggunakan semua cara yang tersedia untuk melindungi dirinya sendiri.
Amerika Serikat dan sekutu mengutuk agresi Rusia di Ukraina. Putin telah mengirimkan beberapa sinyal bahwa Moskow tidak akan mundur.
Baca juga: Serbia Minta Rusia Setop Rekrut Warganya untuk Perang Ukraina
AL JAZEERA