TEMPO.CO, Jakarta - Kanada memberlakukan sanksi terhadap empat pejabat tinggi Sri Lanka, termasuk mantan presiden Mahinda dan Gotabaya Rajapaksa. Sanksi itu atas "pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan sistematis" selama konflik bersenjata di negara kepulauan itu dari 1983 hingga 2009, kata kementerian luar negeri Kanada.
Baca juga: Gotabaya Rajapaksa Kembali ke Sri Lanka, Bangkrut?
"Kanada telah mengambil tindakan tegas hari ini untuk mengakhiri impunitas internasional terhadap pelanggar hukum internasional," kata Menteri Luar Negeri Melanie Joly dalam pernyataan Selasa. Ottawa melarang warga negara Kanada terlibat dalam perdagangan dengan mereka dan melarang mereka memasuki Kanada.
Kurangnya pertanggungjawaban merusak prospek perdamaian dan rekonsiliasi yang dicari oleh para korban konflik, kata Kemlu Kanada, seraya menambahkan bahwa sanksi mengirimkan “pesan yang jelas bahwa Kanada tidak akan menerima impunitas lanjutan bagi mereka yang telah melakukan pelanggaran HAM berat di Sri Lanka.”
Kementerian luar negeri Sri Lanka mengatakan pihaknya telah memanggil utusan sementara Kanada pada Rabu 11 Januari 2023, "untuk mengungkapkan ketidaksenangan kami yang paling kuat".
Sekitar 40 ribu orang tewas dalam perang saudara selama 26 tahun antara pasukan pemerintah dan separatis Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE). Kedua belah pihak dituduh melakukan kejahatan perang, khususnya di bulan-bulan terakhir perang.
Presiden Mahinda Rajapaksa saat itu dan saudaranya Gotabaya Rajapaksa, menteri pertahanan saat itu, mengawasi pasukan yang dituduh menargetkan warga sipil Tamil.
Dua pejabat militer – Sersan Staf Sunil Ratnayake dan Letnan Komandan Chandana Prasad Hettiarachchi – juga masuk dalam daftar sanksi. Keduanya sebelumnya dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat karena melakukan kejahatan serius.
Letnan Komandan Chandana Prasad Hettiarachchi termasuk di antara beberapa orang yang dituduh membunuh 11 pemuda antara 2008 dan 2009 sebagai bagian dari pemerasan yang ditujukan kepada keluarga korban.
Sersan Staf Sunil Ratnayake menghadapi hukuman mati karena menyembelih delapan warga sipil Tamil, termasuk anak-anak, tetapi Gotabaya memberinya pengampunan segera setelah berkuasa.
Sri Lanka di bawah Rajapaksa telah menolak upaya PBB untuk keadilan dan rekonsiliasi.
Para komandan militer Sri Lanka sejak itu telah diberi sanksi dan dilarang bepergian oleh negara-negara Barat, tetapi keputusan Kanada adalah yang pertama menargetkan dua anggota klan politik yang kuat itu.
Kedua bersaudara itu menolak tekanan internasional untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan selama perang sipil yang traumatis selama puluhan tahun selama mereka menjabat.
Gotabaya menjadi presiden pada 2019 tetapi mengundurkan diri tahun lalu di puncak krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang membuat pengunjuk rasa menyerbu kediaman resminya. Dia melarikan diri dari negara itu tetapi sejak itu kembali dan tinggal di kompleks pemerintah dengan perlindungan resmi polisi dan militer.
Baca juga: Aktivis HAM Minta Singapura Adili Rajapaksa, Ini Kasusnya
CHANNEL NEWSASIA