TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Iran kembali mengeksekusi gantung dua pria pada Sabtu (7/1/2023). Keduanya telah dinyatakan bersalah membunuh seorang perwira paramiliter Basij selama demo memprotes kematian Mahsa Amini.
Baca juga: Ulama Terkenal di Iran Tegaskan Menyiksa Tahanan Tak Ada dalam Hukum Islam
“Mohammad Mahdi Karami dan Seyyed Mohammad Hosseini, pelaku utama kejahatan yang menyebabkan mati syahidnya Ruhollah Ajamian, digantung pagi ini,” tulis kantor berita yudisial Iran, Mizan Online seperti dilansir Reuters Ahad 8 Januari 2023.
Dengan demikian, sudah empat orang yang dieksekusi sejak demo dimulai September lalu atas kematian Mahsa Amini. Tiga orang lainnya telah dijatuhi hukuman mati dalam kasus yang sama, sementara 11 lainnya menerima hukuman penjara.
Pasukan Basij, yang berafiliasi dengan Garda Revolusi Iran, berada di balik banyak tindakan keras terhadap pengunjuk rasa.
Langkah ini langsung menuai kecaman dari Uni Eropa, Amerika Serikat dan negara Barat lainnya. Diplomat tertinggi Uni Eropa mengutuk eksekusi tersebut dan meminta Iran untuk segera menghentikan hukuman mati terhadap para pengunjuk rasa, dan membatalkan hukuman yang ada.
"Ini adalah tanda lain dari represi kekerasan otoritas Iran terhadap demonstrasi sipil," kata Josep Borrell dalam sebuah pernyataan.
Utusan khusus AS untuk Iran, Robert Malley, juga mengutuk eksekusi tersebut, dengan mengatakan bahwa eksekusi tersebut mengikuti "pengadilan palsu". "Eksekusi ini harus dihentikan," kata Malley di Twitter.
Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly mengutuk eksekusi tersebut dan mendesak Iran untuk "segera mengakhiri kekerasan terhadap rakyatnya sendiri."
Sementara Pemerintah Belanda mengatakan akan memanggil duta besar Iran untuk Belanda untuk kedua kalinya dalam sebulan. Ini untuk menyuarakan keprihatinannya atas eksekusi para demonstran, dan mendesak negara-negara UE lainnya untuk melakukan hal yang sama.
Amnesty International mengatakan bulan lalu bahwa otoritas Iran akan menjatuhkan hukuman mati untuk setidaknya 26 orang lainnya dalam apa yang disebutnya "pengadilan palsu yang dirancang untuk mengintimidasi pengunjuk rasa".
Menurut Amnesty, semua orang yang menghadapi hukuman mati telah ditolak haknya atas pembelaan yang memadai dan akses ke pengacara yang mereka pilih. Kelompok hak asasi mengatakan para terdakwa malah harus bergantung pada pengacara yang ditunjuk negara yang tidak berbuat banyak untuk membela mereka.
Amnesty mengatakan pengadilan yang memvonis Karami, juara karate berusia 22 tahun, mengandalkan pengakuan paksa.
Sedangkan pengacara Hosseini, Ali Sharifzadeh Ardakani, mengatakan dalam tweet pada 18 Desember bahwa Hosseini telah disiksa dengan kejam dan pengakuan yang diperoleh di bawah penyiksaan tidak memiliki dasar hukum.
Dia mengatakan Hosseini dipukuli dengan tangan dan kaki diikat, ditendang di kepala sampai dia pingsan, dan disetrum di berbagai bagian tubuhnya.
Iran menyangkal bahwa pengakuan diperoleh di bawah siksaan.
Mahsa Amini meninggal dalam tahanan pada 16 September setelah ditangkap oleh polisi moralitas yang menegakkan undang-undang kode pakaian wajib Republik Islam. Protes yang terjadi kemudian merupakan salah satu tantangan terbesar bagi Republik Islam sejak didirikan pada 1979.