TEMPO.CO, Jakarta - China telah berulang kali menolak tawaran vaksin dari Amerika Serikat (AS), meski Beijing menghadapi gelombang COVID-19 baru yang menyebar dengan cepat. Seperti dilansir Al Arabiya, Jumat 6 Januari 2023, penolakan ini memicu meningkatnya rasa frustrasi di kalangan pejabat AS yang khawatir tentang kebangkitan pandemi.
Baca juga: Warga China Putus Asa, Serbu Pasar Gelap demi Obat Covid
Khawatir dengan munculnya varian baru dan dampaknya terhadap ekonomi China, AS telah berulang kali menawarkan vaksin mRNA dan bantuan lain kepada pemerintah Presiden Xi Jinping melalui saluran swasta. Hal ini diungkapkan pejabat AS yang meminta untuk tidak disebutkan namanya saat membahas hal tersebut.
Pejabat AS juga telah mengusulkan cara tidak langsung untuk memasok vaksin dalam upaya mengakomodasi kepekaan politik di China dalam menerima bantuan asing, kata mereka, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Tawaran AS telah dibuat oleh sejumlah diplomat senior, termasuk selama lawatan Asisten Menteri Luar Negeri Daniel Kritenbrink dan Direktur Senior Dewan Keamanan Nasional Laura Rosenberger pada Desember ke China, serta melalui pejabat kesehatan masyarakat dan perantara.
Meskipun pejabat AS telah mengatakan secara terbuka bahwa mereka telah menawarkan vaksin ke China, sejauh mana jangkauan itu belum pernah dilaporkan sebelumnya. Kementerian Luar Negeri China tidak segera membalas permintaan komentar.
Beijing telah berulang kali mengatakan memiliki cukup vaksin, meski tidak jelas apakah vaksin non- mRNA itu mampu mengatasi varian Omicron yang merajalela di negara itu. Obat antivirus untuk mengobati infeksi, seperti Paxlovid dari Pfizer Inc., juga menjadi kebutuhan yang mendesak sekarang.
Masalah bagi Partai Komunis lebih pada membujuk populasi lansia yang rentan untuk mengambil vaksin. Hanya sekitar dua pertiga orang di atas usia 80 tahun yang telah divaksinasi penuh pada November, data terakhir kali dirilis.
Selain itu, menerima vaksin dari AS kemungkinan merupakan hal yang baru secara politis bagi Xi, karena hal itu akan menyoroti kegagalan Beijing untuk mengembangkan vaksin mRNA sendiri. Ini pada saat China mendorong kemandirian di tengah pertarungan strategis yang lebih luas dengan AS. China secara historis enggan menerima bantuan dari luar selama krisis.