TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyatakan keputusan Pemerintah Malaysia untuk memperketat kontrol perbatasan di tengah kekhawatiran lonjakan kasus Covid-19 tidak dimaksudkan untuk mendiskriminasi negara mana pun, termasuk Cina. Dia mengatakan kesehatan masyarakat menjadi perhatian utama pemerintah dan tidak akan tergantikan oleh pariwisata atau pertumbuhan ekonomi.
"Kami telah mengambil sikap untuk tidak mendiskriminasi negara mana pun karena jika kami melihat tingkat infeksi yang dikatakan mengenai Cina, kami tahu bahwa jumlah kematian di Amerika Serikat karena Covid-19 tinggi, dan negara lain juga. Kami mengambil langkah-langkah ini untuk menyelamatkan warga kami. Siapa pun yang masuk harus diawasi dan tunduk pada ketentuan yang sama,” kata Anwar dalam jumpa pers usai rapat kabinet mingguan di kantornya di Kuala Lumpur, Rabu, 4 Januari 2023.
Pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim (keempat kanan), membacakan doa untuk ayahnya Ibrahim Abdul Rahman yang meninggal diusia 96 tahun, saat berada di rumahnya di Kuala Lumpur, Malaysia, 5 April 2015. AP/Joshua Paul
Baca juga: Turun Dua Ribu, Harga Emas Antam Hari Ini Rp 1 Juta Per Gram
Di tengah kekhawatiran atas meningkatnya kasus Covid-19 di Cina, sejumlah negara termasuk Amerika Serikat dan Korea Selatan telah memperketat kedatangan turis asing, khususnya pelancong dari Negeri Tirai Bambu.
Kementerian Kesehatan Malaysia pada 30 Desember 2022 mengumumkan semua pelancong yang masuk Malaysia harus menjalani pemeriksaan suhu tubuh (demam). Mereka yang ditemukan mengalami demam, bergejala atau yang menyatakan sendiri gejalanya, akan dikirim ke pusat karantina atau ke otoritas kesehatan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Selain itu, mereka yang pernah ke Cina dalam 14 hari terakhir setelah kedatangan mereka di negara tersebut harus menjalani tes RTK-Ag (tes antigen cepat). Sampel ini kemudian akan dikirim untuk pengujian genom jika ditemukan positif Covid-19.
Pada saat yang sama, Otoritas Kesehatan Malaysia memperingatkan, mereka yang close contact dengan orang-orang yang telah melakukan perjalanan ke Cina dalam 14 hari terakhir, atau menunjukkan penyakit mirip influenza atau infeksi pernapasan akut yang parah, juga perlu dites Covid-19. Pada Senin, 2 Januari 2022, Kementerian Kesehatan menambahkan siap memperketat pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari kebijakan perbatasan pandemi.
Anwar mengatakan ada 336 ribu pengunjung dari Cina pada tahun lalu, yang mayoritas adalah turis. Pada Desember 2022 saja, ada 53 ribu pelancong dari Cina.
“Tidak ada lonjakan infeksi yang dapat dikaitkan dengan negara mana pun. Ini tidak berarti kami mengendurkan aturan untuk negara mana pun, termasuk Cina. Kami harus memantau sesuai dengan itu. Kami tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan hanya karena banyaknya laporan. Jika kita melihat situasi global secara keseluruhan, masalahnya lebih kompleks," kata Anwar.
Minimnya jumlah kematian dan angka infeksi virus corona di tengah laporan kesulitannya sistem kesehatan Cina, membuat curiga sejumlah negara. Beijing tidak terima dengan kebijakan sejumlah negara.
Menurut Beijing, peraturan sejumlah negara yang memberlakukan pembatasan Covid-19 ke pelancong dari Cina tidak masuk akal dan diskriminatif. Beijing siap memberikan tindak tanggapan atas kebijakan tersebut.
CNA, REUTERS
Moskow: Dukungan AS Kepada Ukraina untuk Melemahkan Rusia
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini