TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Cina bereaksi atas pembatasan yang diberlakukan beberapa negara ke para pelancong dari Cina sebagai dampak lonjakan kasus Covid-19 di Negeri Tirai Bambu. Beijing menyebut pembatasan itu tidak memiliki dasar ilmiah dan tidak masuk akal.
Beijing menegaskan tidak akan tinggal diam menyusul ketatnya kebijakan yang diberlakukan sejumlah negara dalam merespon melonjaknya infeksi Covid-19 di Cina.
"Kami dengan tegas menentang praktik semacam itu dan akan mengambil tindakan yang sesuai," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning saat pengarahan media rutin pada Selasa, 3 Januari 2023.
Baca juga: Marcos Jr ke Beijing Bertemu Xi Jinping untuk Bahas Laut Cina Selatan
Deretan tempat tidur terlihat di sebuah rumah sakit darurat yang didirikan di dalam arena olahraga saat wabah penyakit virus corona (COVID-19) berlanjut di Beijing, 20 Desember 2022. REUTERS/Thomas Peter
Perubahan mendadak peraturan Covid-19 pada awal Desember 2022 yang menyebabkan melonjaknya infeksi virus coroa di Cina, serta keakuratan data kasus dan kematiannya, telah menjadi sorotan dunia. Kesibukan meningkat di rumah duka sehingga pakar kesehatan internasional memperkirakan setidaknya ada satu juta kematian akibat Covid-19 di Covid-19 pada 2022.
Beijing menolak kritik terhadap data Covid-nya dan mengatakan setiap mutasi baru mungkin lebih menular tetapi kurang berbahaya. "Menurut logika politik beberapa orang di Eropa dan Amerika Serikat, apakah China membuka atau tidak sama-sama tetap saja dianggap salah," kata CCTV yang dikelola pemerintah dalam sebuah komentar pada Senin malam.
Cina melaporkan ada tiga kematian terbaru akibat Covid-19 pada Senin, 2 Januari 2023. Jumlah itu naik dari satu kematian pada Minggu, 1 Januari 2023. Jumlah kematian resminya sejak pandemi dimulai sekarang mencapai 5.253 orang. Angka ini relatif rendah dibanding Amerika Serikat yang mencatat jumlah 1 juta jiwa kematian akibat Covid-19.
Amerika Serikat, Prancis, Australia, India, dan lainnya akan mewajibkan tes Covid-19 pada pelancong yang terbang dari Cina. Sementara Belgia mengatakan akan menguji air limbah dari pesawat dari Cina untuk mendeteksi varian Covid baru.
WHO pada Jumat , 30 Desember 2022, mendesak pejabat kesehatan Cina agar secara teratur membagikan informasi spesifik dan real-time tentang situasi Covid di negara itu. WHO pun mengundang ilmuwan Cina agar mau mempresentasikan data terperinci tentang pengurutan virus corona pada rapat kelompok penasihat teknis yang dijadwalkan pada Selasa, 10 Januari 2023. Ia juga meminta Cina agar berbagi data tentang rawat inap, kematian, dan jumlah warga yang sudah imunisasi vaksin virus corona.
Cina sudah mengumumkan dibukanya pintu-pintu perbatasan mulai 8 Januari 2023. Tahun Baru Imlek, liburan terbesar Cina diharapkan dapat mendulang lebih banyak wisatawan. Media Cina melaporkan beberapa hotel di resor wisata selatan Sanya sudah penuh dipesan untuk periode tersebut.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Cina menyebut pasar wisata domestik mencatat 52,71 juta perjalanan selama liburan Tahun Baru, datar dari tahun ke tahun dan hanya 43 persen meningkat dari 2019 sebelum pandemi. Pendapatan yang dihasilkan lebih dari 26,52 miliar yuan atau sekitar Rp 60 triliun. Jumlah itu naik 4 persen tetapi hanya sekitar 35 persen dari pendapatan yang dihasilkan pada 2019.
REUTERS
Baca juga: Wisma Atlet Kemayoran Ditutup Bertahap, Kilas Balik Menjadi RSDC Nyaris 3 Tahun Lalu
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.