TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr akan terbang ke Beijing pada Selasa, 3 Januari 2022. Selama tiga hari lawatannya ke Cina, Marcos diperkirakan akan membahas kegiatan Beijing di Laut Cina Selatan yang disengketakan Manila dan topik lainnya.
Berbicara sebelum terbang ke Cina, Marcos mengatakan dia berharap bisa rapat dengan Presiden Cina Xi Jinping. Dia pun menekankan pergesekan antara kedua negara adalah masalah yang bukan milik dua sahabat seperti Filipina dan Cina.
Ini akan menjadi pertemuan tatap muka kedua antara Marcos dan Xi setelah pertemuan November mereka di Thailand. Adapun pertemuan nanti terjadi ketika Filipina telah menyuarakan keprihatinan atas laporan mengenai aktivitas pembangunan Cina dan kerumunan kapal laut Beijing di perairan yang disengketakan di Laut China Selatan.
Baca juga:Digempur Covid-19, Xi Jinping Puji Ekonomi China Terbesar Kedua di Dunia
Personel Penjaga Pantai Filipina berpatroli di dekat kapal Cina yang diyakini diawaki oleh personel milisi maritim Cina di Whitsun Reef, Laut Cina Selatan, dalam foto yang dipublikasi pada Kamis, 15 April 2021. Satgas pemerintah Filipina mengatakan kapal-kapal Cina dengan panjang sekitar 60 meter, dapat menangkap satu ton ikan dalam sehari. Philippine Coast Guard via REUTERS
Sebelumnya pada pekan lalu, seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Filipina mengatakan pembicaraan Marcos dengan Xi nanti akan mencakup tindakan Beijing di Laut Cina Selatan. Sedangkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin pada Jumat, 30 Desember 2022, tidak menyinggung perihal Laut Cina Selatan tetapi mengatakan kunjungan itu akan fokus pada pertukaran pandangan mendalam tentang hubungan bilateral dan isu-isu regional dan internasional yang menjadi perhatian bersama.
Wang menegaskan pertemuan Xi dan Marcos akan mempromosikan kerja sama di bidang pertanian, infrastruktur, energi, dan budaya untuk menciptakan "era emas".
Marcos Ingin Keseimbangan
Analis memperkirakan Marcos menggunakan perjalanan itu untuk membantu menyeimbangkan kembali kebijakan luar negeri negaranya. Di bawah pemimpin sebelumnya, mantan Presiden Rodrigo Duterte, Filipina bergerak lebih dekat ke Cina dan menjauh dari Amerika Serikat.
Filipina adalah sekutu lama pertahanan Amerika Serikat. Namun di bawah Duterte, Filipina menyisihkan pertikaian teritorial di Laut China Selatan sebagai imbalan atas investasi Cina.
Beijing mengklaim sebagian besar wilayah di Laut Cina Selatan, di mana sengketa wilayah tersebut menjadi pangkal ketegangan Cina dan Amerika Serikat seputar operasi angkatan laut. Sekitar USD$3 triliun perdagangan yang dibawa oleh kapal melintas setiap tahun di wilayah Laut Cina Selatan.
Dalam pidato Mei 2022 lalu, Marcos bersumpah tidak akan kehilangan satu inci pun wilayah Filipina untuk kekuatan asing mana pun. Dia menggemakan suara para pendukung putusan arbitrase 2016 yang membatalkan klaim ekspansif Cina di Laut Cina Selatan.
Marcos adalah putra mendiang mantan Presiden Filipina Ferdinand Marcos, yang melarikan diri ke pengasingan di Hawaii selama pemberontakan 'kekuatan rakyat' (people power) pada 1986. Sejak menjabat pertengahan tahun lalu, Marcos telah dua kali bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di luar negeri.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken dan Wakil Presiden Amerika Kamala Harris juga mengunjungi negara di Asia Tenggara itu tahun lalu. Keduanya meyakinkan Manila bahwa Washington akan membela Filipina jika diserang di Laut Cina Selatan.
Seorang analis hubungan internasional di Universitas De La Salle di Manila Renato Cruz De Castro menilai, Marcos perlahan ingin menjauh dari poros ekstrim ke Cina. Walau Marcos berniat mengangkat isu Laut Cina Selatan saat bertemu Xi, dia tidak melihat Beijing akan mengubah posisinya.
REUTERS
Baca juga: Korban Tewas akibat Badai Nalgae di Filipina Menjadi 150 Orang
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.