TEMPO.CO, Jakarta - Luiz Inacio Lula da Silva dilantik sebagai presiden Brasil pada hari Minggu, 1 Desember 2023. Ia langsung melancarkan serangan pada mantan presiden Jair Bolsonaro dengan menuduhnya sebagai anti-demokrasi karena menolak mengakui kekalahan.
Lula juga bersumpah akan melakukan perubahan drastis untuk menyelamatkan Brasil yang dilanda kelaparan, kemiskinan, dan rasisme.
Dalam pidatonya di depan Kongres setelah secara resmi mengambil kendali negara terbesar di Amerika Latin itu, pemimpin sayap kiri ini mengatakan bahwa demokrasi adalah pemenang sebenarnya dari pemilihan presiden Oktober lalu, ketika dia mengalahkan Bolsonaro dalam pemilihan paling sengit selama satu generasi.
Bolsonaro, yang meninggalkan Brasil ke Amerika Serikat pada hari Jumat setelah menolak untuk mengakui kekalahan, mengguncang Brasil dengan klaim tak berdasar tentang kelemahan pemilu yang melahirkan gerakan keras para pendukungnya.
"Demokrasi adalah pemenang besar dalam pemilihan ini, mengatasi ancaman paling kejam terhadap kebebasan untuk memilih, kampanye kebohongan dan kebencian yang paling hina yang direncanakan untuk memanipulasi dan mempermalukan para pemilih," kata Lula kepada anggota parlemen.
Lula, yang berada di balik jeruji besi selama pelantikan Bolsonaro tahun 2019 atas tuduhan korupsi yang kemudian dibatalkan, menyampaikan ancaman terselubung kepada pendahulunya.
Meskipun perjalanan Bolsonaro ke Florida melindunginya dari bahaya hukum langsung di Brasil, dia sekarang menghadapi risiko yudisial yang meningkat - terkait dengan retorika anti-demokrasi dan penanganan pandemi - setelah kehilangan kekebalan presidennya.
"Kami tidak membawa semangat balas dendam terhadap mereka yang mencoba menaklukkan bangsa dengan desain pribadi dan ideologis mereka, tetapi kami akan menjamin supremasi hukum," kata Lula, tanpa menyebut nama Bolsonaro. "Mereka yang berbuat salah akan bertanggung jawab atas kesalahan mereka."
Dia juga menuduh pemerintahan Bolsonaro melakukan "genosida" dengan gagal merespons dengan baik pandemi Covid-19 yang menewaskan lebih dari 680.000 warga Brasil.
"Tanggung jawab atas genosida ini harus diselidiki dan tidak boleh dibiarkan begitu saja," katanya.
Rencana Lula untuk pemerintahan sangat kontras dengan empat tahun Bolsonaro menjabat, yang ditandai dengan kemunduran perlindungan lingkungan di hutan hujan Amazon, undang-undang senjata yang lebih longgar, dan perlindungan yang lebih lemah untuk masyarakat adat dan minoritas.
Lula mengatakan dia ingin mengubah Brasil, salah satu produsen makanan top dunia, menjadi negara adidaya hijau.
Dalam keputusan pertamanya sebagai presiden, Lula memulihkan otoritas badan perlindungan lingkungan pemerintah Ibama untuk memerangi deforestasi ilegal, yang telah ditutup oleh Bolsonaro, dan mencabut tindakan yang mendorong penambangan ilegal di tanah adat yang dilindungi.
Dia juga mencairkan dana Amazon bernilai miliaran dolar yang dibiayai oleh Norwegia dan Jerman untuk mendukung proyek keberlanjutan, memperkuat komitmennya untuk mengakhiri deforestasi di Amazon, yang melonjak ke level tertinggi dalam 15 tahun di bawah pemerintahan Bolsonaro.
Lula juga mencabut kebijakan senjata Bolsonaro yang lebih longgar, hingga mendorong peningkatan tajam kepemilikan senjata.
"Brasil tidak menginginkan lebih banyak senjata, ia menginginkan perdamaian dan keamanan bagi rakyatnya," katanya.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden, yang memiliki sedikit kesamaan dengan Bolsonaro dan kesal dengan kebijakan lingkungannya, mendoakan keberhasilan Lula dan Wakil Presiden Geraldo Alckmin.
"Kami berharap dapat melanjutkan kemitraan kuat AS-Brasil dalam perdagangan, keamanan, keberlanjutan, inovasi, dan inklusi," cuit Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. "Ini untuk masa depan yang cerah bagi negara kita - dan dunia."
REUTERS