Guncangan Ekonomi Inggris
Inggris mengalami krisis mata uang paling dramatis pada periode Oktober 2022. Angka inflasi secara mengejutkan ada di angkat tertinggi, Bank of England belum secara signifikan mengekangnya, dibarengi krisis biaya hidup. Situasi di Inggris membuat pasar keuangan global kacau balau. Meskipun krisis saat ini telah didorong oleh kombinasi faktor, termasuk kejatuhan ekonomi dari Brexit, paket pemotongan pajak Perdana Menteri Liz Truss, yang menggantikan Boris Johnson telah membantu mendorong ekonomi Inggris ke dalam kekacauan.
Pada tanggal 23 September, Menteri Keuangan Truss, Kwasi Kwarteng, memperkenalkan pemotongan pajak terbesar di Inggris dalam 50 tahun. Angkanya sekitar sekitar 45 miliar pound selama lima tahun. Kebijakan yang disebut "anggaran mini" mengusulkan pemotongan pajak untuk praktisi tertinggi Inggris.
Pemerintahan Truss mengumumkan pengembalian kenaikan pajak perusahaan dan kenaikan biaya untuk asuransi nasional, keduanya dimaksudkan untuk mulai berlaku tahun depan. Rencana Kwarteng dan Truss juga memangkas pajak perangko, bea atas penjualan tanah di Inggris dan Irlandia Utara, dalam upaya meningkatkan pembelian rumah.
Menurut Vox, pasar global merespons dengan menjual aset yang didukung Inggris dan mendorong mata uang Inggris, pound, ke valuasi USD$1,03, nilai terendahnya terhadap dolar, sebelum naik tipis beberapa hari kemudian. Investor dengan tegas menolak rencana ekonomi baru, yang dijuluki "Trussonomics" mengacu pada Reaganomics, kebijakan ekonomi sisi penawaran yang disahkan di bawah Ronald Reagan pada 1980-an.
Gejolak ekonomi itu menentukan politik dalam negeri Inggris dan gesekan hebat di Partai Konservatif. Truss terpaksa harus mundur pada Oktober 2022, hanya 6 pekan setelah dia duduk di kursi nomor 10 jalan Downing. Pengganti Truss, Rishi Sunak, menjadi pemimpin Pemerintahan Inggris ketiga dalam satu tahun. Banyak pihak menyerukan perubahan kekuasaan di negeri Ratu Elizabeth, namun pemilihan umum akan dilangsungkan 2024.
Tragedi Itaewon
Tragedi Helloween di distrik Itaewon di Seoul, Korea Selatan, menewaskan 156 orang dan melukai 198 lainnya pada 29 Oktober 2022. Sebagian besar berusia dua puluhan dan tiga puluhan. Tempat itu populer untuk merayakan perayaan Halloween bebas pembatasan COVID pertama dalam tiga tahun.
Otoritas Korea Selatan menangkap dua petugas polisi senior pada Senin, 5 Desember 2022 terkait tragedi di Itaewon, Seoul. Mereka diduga ceroboh dalam menghadapi kerumunan massa Halloween yang mematikan tersebut.
Kantor Berita Yonhap melaporkan, mereka adalah orang pertama yang ditahan terkait insiden 29 Oktober 2022, di distrik Itaewon yang menewaskan lebih dari 150 orang. Petugas pertama adalah Park Sung Min, mantan perwira tinggi intelijen di Badan Kepolisian Metropolitan Seoul. Menurut polisi, dia diduga memerintahkan penghapusan laporan internal yang memberikan peringatan darurat tentang kemungkinan masalah keamanan selama periode Halloween untuk menutupi kelambanannya.
Tersangka kedua yaitu Kim Jin Ho, mantan petugas intelijen di Kantor Polisi Yongsan, yang mencakup distrik Itaewon. Dia diduga membuat bawahannya menghapus laporan tersebut atas arahan Park.
Polisi menghadapi kritik dan pengawasan publik yang ketat atas tanggapannya terhadap panggilan darurat dalam tragedi itu. Masyarakat Korea menuntut penyelidikan terhadap penanganan bencana secara keseluruhan oleh pihak berwenang.