TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan data kesehatan Airfinity yang berbasis di Inggris memprediksi puncak kematian akibat gelombang baru COVID-19 di China terjadi pada 23 Januari 2023. Lembaga itu menyebut pada hari itu sebanyak 25 ribu orang tewas sehari dengan kematian kumulatif mencapai 584.000 orang sejak Desember.
Baca juga: Kematian akibat COVID-19 di China Diduga Lebih dari 5.000 Per Hari
Seperti dilansir Reuters Jumat 30 Desember 2022, lembaga ini juga pada Kamis menyebut bahwa sekitar 9.000 orang di China meninggal setiap hari akibat COVID-19. Prediksi ini hampir dua kali lipat perkiraannya dari sepekan yang lalu, karena infeksi melanda negara terpadat di dunia itu.
Infeksi COVID mulai menyebar ke seluruh China pada November, meningkat pesat bulan ini setelah Beijing menghapus kebijakan nol-COVID. Ini termasuk pengujian PCR reguler pada populasinya dan publikasi data kasus tanpa gejala.
Kematian kumulatif di China sejak 1 Desember kemungkinan mencapai 100.000 orang dengan total infeksi 18,6 juta, kata Airfinity dalam sebuah pernyataan. Lembaga itu menggunakan pemodelan berdasarkan data dari provinsi China sebelum perubahan baru-baru ini untuk melaporkan kasus diterapkan.
Airfinity memperkirakan infeksi COVID China mencapai puncak pertama pada 13 Januari dengan 3,7 juta kasus sehari. Lembaga itu juga memperkirakan 1,7 juta kematian di seluruh China pada akhir April, menurut pernyataannya.
Itu berbeda dengan beberapa ribu kasus yang dilaporkan oleh otoritas kesehatan setiap hari, setelah jaringan nasional tempat pengujian PCR sebagian besar dibongkar karena otoritas beralih dari mencegah infeksi menjadi mengobatinya.
Sejak 7 Desember ketika China mengubah kebijakannya secara tiba-tiba, pihak berwenang telah melaporkan 10 kematian akibat COVID.
Pejabat kesehatan baru-baru ini mengatakan mereka mendefinisikan kematian akibat COVID adalah seseorang yang meninggal karena gagal napas yang disebabkan oleh COVID-19. China tidak memasukkan kematian akibat penyakit dan kondisi lain bahkan jika almarhum dinyatakan positif terkena virus tersebut.
Pada 28 Desember, jumlah kematian resmi COVID China mencapai 5.246 orang sejak dimulainya pandemi pada 2020. Kepala ahli epidemiologi China Wu Zunyou mengatakan pada Kamis bahwa tim di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China berencana untuk menilai kematian secara berbeda.
“Tim akan mengukur perbedaan antara jumlah kematian dalam gelombang infeksi saat ini dan jumlah kematian yang diperkirakan seandainya epidemi itu tidak pernah terjadi,” kata Wu kepada wartawan dalam sebuah pengarahan.
Dengan menghitung apa yang disebut "kematian berlebih", China akan dapat mengetahui apa yang berpotensi diremehkan, kata Wu.
Menurut situs web Airfinity pada 2020, mereka membangun "platform analisis dan intelijen kesehatan COVID-19 khusus pertama di dunia".
Baca juga: Covid-19 di China Kian Tak Terkendali: Rumah Sakit Penuh, Dokter Kewalahan
REUTERS