Kacau Politik Peru
Castillo ditangkap setelah anggota perlemen memaksanya mundur dari jabatannya pada 7 Desember 2022. Ia dianggap berusaha membubarkan Kongres dan memerintah dengan keputusan. Dia saat ini sedang diselidiki karena dituding telah menjajakan pengaruh.
Castillo, seorang mantan guru dan pemimpin serikat pekerja dari pedesaan Peru menjabat kursi presiden dengan durasi yang singkat, ditandai dengan beberapa krisis politik. Dia menghadapi enam tuduhan korupsi, yang semuanya dia bantah.
Peru telah menghadapi kerusuhan berminggu-minggu setelah pemecatan Castillo dari jabatannya. Para demonstran mendesak pembebasan Castillo dari penjara, di mana dia menjalani 18 bulan penahanan praperadilan atas tuduhan "pemberontakan" dan "konspirasi".
Banyak pengunjuk rasa juga menuntut pemilihan dini, pembubaran badan legislatif Peru, yang memiliki hampir 90 persen tingkat ketidaksetujuan, dan pengunduran diri pengganti Castillo, mantan Wakil Presiden Dina Boluarte.
Boluarte, yang mengutuk upaya Castillo untuk membubarkan Kongres dan dilantik tak lama setelah pemakzulannya, telah meminta legislator untuk mengesahkan pemilihan baru pada Desember 2023.
“Jangan buta,” katanya dalam sebuah pidato awal bulan ini setelah pemerintahannya mengumumkan keadaan darurat nasional karena protes. “Lihatlah orang-orang dan ambil tindakan sesuai dengan apa yang mereka minta.”
Sementara rencana Castillo untuk membubarkan Kongres secara luas dikutuk sebagai upaya kudeta, para pendukungnya mengecam penangkapannya sebagai upaya elit penguasa Peru untuk membungkam mantan presiden—memperburuk perpecahan politik yang mendalam di negara Andean itu.
Setidaknya 21 orang telah tewas sejauh ini dalam demonstrasi tersebut, yang menarik perhatian dari kelompok hak asasi manusia. Krisis tersebut juga telah memicu ketegangan dengan negara-negara lain di Amerika Latin, terutama Meksiko, di mana pemerintah telah mendukung Castillo dan menawarkan suaka kepada anggota keluarganya.
Baca juga: Demonstrasi Berujung Maut, Dua Menteri Peru Mundur
AL JAZEERA