TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengultimatum Ukraina untuk menyetujui proposal Moskow, termasuk menyerahkan wilayah yang dikuasai Rusia, atau tentaranya akan memutuskan masalah tersebut. Ancaman ini disampaikan Senin, 26 Desember 2022, sehari setelah Presiden Vladimir Putin mengatakan dia terbuka untuk negosiasi.
Kyiv dan sekutu Baratnya menolak tawaran Putin untuk dialog karena pasukan Rusia terus menghantam kota-kota Ukraina dengan rudal dan roket, serta tuntutan agar wilayah yang dikuasai Moskow tidak diutak-atik. Ini artinya Ukraina haris mengakui penaklukannya atas seperlima wilayahnya.
Kyiv mengatakan akan berjuang sampai Rusia mundur.
"Proposal kami untuk demiliterisasi dan denazifikasi wilayah yang dikendalikan oleh rezim, penghapusan ancaman terhadap keamanan Rusia yang berasal dari sana, termasuk tanah baru kami, sudah diketahui musuh," kata Lavrov kepada kantor berita TASS.
"Intinya sederhana: Penuhi tuntutan ini untuk kebaikanmu sendiri. Jika tidak, masalah ini akan diputuskan oleh tentara Rusia."
Putin melancarkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari, menyebutnya sebagai "operasi khusus" untuk "denazifikasi" dan demiliterisasi Ukraina, yang menurutnya merupakan ancaman bagi Rusia. Kyiv dan Barat mengatakan invasi Putin hanyalah perampasan tanah imperialis.
Saat perang memasuki bulan ke-11, pasukan Rusia terlibat dalam pertempuran sengit di timur dan selatan Ukraina, setelah kemunduran medan perang yang memalukan.
Pada hari Senin, sebuah pesawat tak berawak yang diyakini milik Ukraina menembus ratusan kilometer melalui wilayah udara Rusia, menyebabkan ledakan mematikan di pangkalan utama pembom strategis Moskow dalam serangan terbaru untuk mengungkap celah dalam pertahanan udaranya.
Sebuah drone yang dicurigai menyerang pangkalan yang sama pada 5 Desember.
Moskow pada hari Senin mengatakan telah menembak jatuh drone di pangkalan udara Engels, di mana tiga tentara tewas. Ukraina tidak berkomentar, di bawah kebijakan tentang insiden di dalam Rusia.