TEMPO.CO, Jakarta - Kepala pusat kebudayaan Rusia di Republik Afrika Tengah terluka parah pada Jumat, 16 Desember 2022, setelah membuka bom parsel. Moskow menuduh Prancis berada di balik ledakan itu.
Baca: Zelensky Mengaku Didesak Agar Sudi Berunding dengan Rusia
Prancis membantah klaim bos kelompok tentara bayaran Wagner Rusia, Yevgeny Prigozhin, bahwa Paris terlibat dan harus ditunjuk sebagai negara sponsor terorisme.
Afrika Tengah telah berjuang melawan perang saudara sejak 2013. Wilayah ini merupakan jantung dari tawaran Rusia untuk pengaruh strategis di Afrika.
"Kepala pusat kebudayaan Rusia menerima bingkisan anonim pada hari Jumat, membukanya dan terjadi ledakan," kata kedutaan, dikutip oleh kantor berita resmi TASS.
Kepala Pusat Kebudayaan Rusia, Dmitry Sytyi, kini dirawat di rumah sakit karena cedera serius. "Saya telah meminta kementerian luar negeri Rusia untuk memulai prosedur untuk menyatakan Prancis sebagai negara sponsor terorisme," kata Prigozhin seperti dikutip dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh perusahaannya, Concord.
Dia menyerukan "penyelidikan menyeluruh" terhadap "metode teroris Prancis dan sekutu Barat yaitu Amerika Serikat serta lainnya."
Diplomat top Prancis pada hari Jumat membantah klaim Prigozhin. "Informasi ini salah dan merupakan contoh propaganda Rusia dan imajinasi aneh," kata Menteri Luar Negeri Catherine Colonna saat berkunjung ke Maroko.
Prigozhin, sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin, mengatakan tidak jelas apakah Sytyi akan berhasil melewati masa kritis. "Dokter Rusia melakukan segala yang mereka bisa di rumah sakit Bangui untuk menyelamatkannya," kata Prigozhin.
Sebelum pingsan, Prigozhin mengaku Sytyi melihat catatan yang diduga berbunyi, "Ini untukmu dari seluruh Prancis, Rusia akan keluar dari Afrika."
Prigozhin mengatakan Sytyi pertama kali menerima bingkisan dari Togo pada 11 November. Paket itu berisi foto putranya yang tinggal di Prancis dan sebuah catatan yang bertuliskan lain kali dia akan menerima kepala putranya jika Rusia tidak meninggalkan Afrika.
Sytyi membuka paket baru pada hari Jumat karena mengira paket itu berisi kepala putranya. "Jika Dmitry Sytyi tetap hidup, dia akan melanjutkan perjuangan dan melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana mereka yang mencoba hidupnya terbakar dalam api sejarah," kata Prigozhin. "Jika dia meninggal, dia akan selamanya menjadi simbol perjuangan ini."
Media Rusia, RIA Novosti mengutip seorang diplomat yang mengatakan Sytyi menerima bingkisan itu di rumahnya, jauh dari pusat kebudayaan. "Dia menerimanya, membawanya ke rumahnya dan membukanya," kata diplomat itu.
Prancis, bekas kekuatan kolonial, mengirim hingga 1.600 tentara untuk membantu menstabilkan Afrika Tengah setelah kudeta tahun 2013 memicu perang saudara di sepanjang garis sektarian. Selama beberapa tahun terakhir, gesekan telah tumbuh antara kedua negara karena kehadiran militer Rusia.
Pada 2018, Moskow mengirim instruktur ke negara itu, dan pada 2020 menyusul dengan ratusan paramiliter untuk membantu Presiden Faustin Archange Touadera mengalahkan pemberontak yang maju ke ibu kota.
Prancis, PBB, dan lainnya mengatakan mereka adalah tentara bayaran dari kelompok Wagner yang didukung Kremlin, yang dikaitkan dengan kekejaman dan penjarahan sumber daya.
Simak: Putin Kumpulkan Jenderal Rusia Usai Gempur Ukraina Habis-habisan
CHANNEL NEWS ASIA