TEMPO.CO, Jakarta - Proyek pengembangan jet tempur KF-21 Boramae oleh Korea Selatan dan Indonesia terus menunjukkan kemajuan. Kedua negara meyakini jet tempur generasi 4,5 ini akan memberikan keuntungan bagi industri pertahanan kedua negara jika berhasil diproduksi massal.
Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Eris Herryanto mengatakan Indonesia sudah mampu membuat pesawat angkut ringan, yaitu CN-235. Sebabnya Indonesia perlu meningkatkan kemampuannya di industri pertahanan lewat kerja sama dengan Korea Selatan.
“Kita ikut untuk bisa menaikkan kemampuan kita dalam menguasai pesawat tempur khususnya generasi 4,5,” katanya dalam workshop Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea Batch 2 yang digelar oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) dan Korea Foundation di Jakarta, 11 Oktober 2022.
Baca juga: Krisis Indo-Pasifik, Korsel dan Indonesia Bisa Pelopori Kerja Sama Negara Menengah
Dari sisi potensi pasar, Eris menuturkan sudah ada kajian dari berbagai lembaga internasional yang menunjukkan minat banyak negara terhadap jet tempur yang menelan biaya hingga Rp24,8 trilun dalam pengembangannya itu.
KF-21 digadang-gadang akan menjadi jet tempur multiperan bermesin ganda satu kursi, dengan kemampuan siluman melebihi Dassault Rafale dan Eurofighter Typhoon. Jet ini akan memiliki kecepatan maksimal Mach 1.81, dilengkapi dengan AESA radar. KAI
“Secara internal bahwa captive market antara Korea Selatan dan Indonesia saja 168 unit. Korea Selatam 120 unit dan Indonesia 48 unit. Kemungkinan Korea Selatan akan meningkat di 240 unit,” ucap dia.
Kajian Jane’s IHS, kata Eris, memperkirakan jumlah kebutuhan pesawat tempur yang dapat diserap oleh KF-21 Boramae di negara-negara yang masuk dalam pasar prioritas, yakni India, Mesir, Turki, Israel, Arab Saudi, Singapura, Finlandia, dan Swedia mencapai 160 hingga 596 unit. Adapun di negara-negara pasar non-prioritas, menurut kajian Jane’s IHS peluangnya berkisar antara 160 dan 368 unit
Sementara perhitungan dari Strategic Defence Intelligent (SDI) pada 2012 diperkirakan 149 hingga 572 unit KF-21 Boramae akan diserap pasar. Adapun kajian dari TEAL Group menunjukkan jet tempur ini bisa diserap pasar antara 599 hingga 869 unit.
“Jadi menurut saya cukup besar interest negara-negara ini untuk membeli produk Korea Selatan dan Indonesia,” ucap dia.
Tantangan Pengembangan KF-21 Boramae
Meski menunjukkan potensi pasar yang tinggi, pengembangan KF-21 Boramae menemui sejumlah kendala. Eris menuturkan dalam pembuatan pesawat tempura da 129 teknologi kunci yang dikuasai oleh Amerika Serikat. Namun, Sembilan di antaranya tidak bisa diberikan ke Indonesia.
Masalah krusial lain, kata Eris, pemerintah AS tidak memberikan lisensi ekspor kepada Indonesia. “Dalam bentuk LRU atau teknologi yang lain padahal sudah mulai digunakan di prototipe,” tuturnya.
Pihak Korea Selatan, menurut Eris, sudah menyatakan akan secara bertahap memberikan teknologi tersebut kepada Indonesia. “Apakah tetap komitmen, kita lihat,” ucap dia.
Jet tempur kemitraan Korea Selatan - Indonesia rencananya akan selesai dikembangkan pada tahun 2026. Indonesia telah setuju untuk menanggung 20 persen dari total biaya pengembangan sebesar 8,8 triliun won (sekitar 109.4 triliun) dengan imbalan beberapa prototipe pesawat dan alih teknologi. Yonhap
Isu yang juga muncul dalam pengembangan KF-21 Boramae adalah cost share yang belum dibayarkan penuh oleh Indonesia.
Sementara itu, First Director General for the KFX Program Group dari Defense Acquisition Program Administration Jung Kwang-sun menyatakan pemerintah Korea Selatan dan Indonesia sudah memiliki kesepahaman untuk melakukan transfer teknologi guna menyiasati masalah lisensi ekspor.
“Caranya tidak memberikan secara langsung, tapi Korea bisa memberikan pengalaman melalui beberapa sejumlah pendidikan, training, seminar, on the job training supaya Indonesia bisa memiliki pengalaman untuk menguasai teknologi,” kata dia.
Meski ada sejumlah permasalahan, Jung hakulyakin proyek jet tempur KF-21 Boramae ini akan terus berjalan dan tidak akan tertunda. Terlebih Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Presiden Yoon Suk-Yeol telah bertemu pada Juli lalu dan sepakat pentingnya proyek ini bagi kedua negara. “Keduanya sepakat menormalisasikan programnya,” tuturnya.
Baca juga: IK-CEPA Diprediksi Genjot Industri Otomotif Indonesia dan Korea Selatan