TEMPO.CO, Jakarta - Berita top 3 dunia dimulai dari jumlah gaji Anwar Ibrahim yang menjabat sebagai perdana menteri Malaysia. Ia telah menyatakan menolak mengambil gaji sebagai PM Malaysia.
Berita kedua top 3 dunia yaitu obat fentanil yang banyak menewaskan warga Amerika Serikat. Terakhir yaitu Presiden AS Joe Biden menyatakan tak mau bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Berikut berita selengkapnya:
1. Segini Besaran Gaji PM Malaysia yang Ditolak Anwar Ibrahim
Perdana Menteri Malaysia terpilih Anwar Ibrahim secara resmi memulai tugasnya pada Jumat, 25 November 2022 lalu. Ia menjadi PM Malaysia menggantikan Ismail Sabri Yakoob.
Baca: Tolak Mobil Mewah dan Gaji, Anwar Ibrahim Juga Larang Pengadaan Tanpa Tender
Baca Juga:
Salah satu sorotan publik adalah pernyataannya soal enggan mengambil gaji sebagai PM Malaysia. “Saya tidak akan mengambil gaji sebagai perdana menteri,” ujar Anwar dilansir oleh New Straits Times pada Senin, 14 November 2022.
Berapa Gaji PM Malaysia Anwar Ibrahim?
Berdasarkan pengakuan Anwar Ibrahim seperti dilansir oleh Bisnis, gaji PM Malaysia berkisar 80.000 Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp 280,8 juta per bulan.
“Saya malu mengambil gaji RM80.000 ketika orang asli desa yang saya kunjungi sulit mendapatkan RM400 (setara Rp 1,4 juta) sebulan. Begitu juga dengan orang yang menerima RM1.500 (gaji minimum di Malaysia, setara Rp 5,2 juta),” ujar Anwar kepada New Straits Times pada Senin, 14 November 2022.
Sementara itu, dikutip dari MalaysiaKini, berdasarkan undang-undang yang berlaku hingga 2010, PM Malaysia menerima gaji sekitar RM22.826 sejak 2004. Gaji ini setara dengan sekitar Rp 80 juta per bulan.
Selain itu, anggota parlemen di Malaysia dikabarkan menerima RM16.000 atau setara dengan Rp 56,2 juta.
Namun, dengan sejumlah tunjangan, kemungkinan gaji PM Malaysia dapat mencapai hingga RM80.000 atau Rp280,8 juta per bulan sebagaimana pernyataan Anwar Ibrahim.
Tolak Gaji, Pakai Sepatu Belasan Juta
Meskipun Anwar Ibrahim mengaku enggan menerima gajinya sebagai PM Malaysia, belakangan ia tepergok mengenakan sepatu seharga Rp19 juta atau RM5.500.
Ketika disinggung oleh salah seorang warganet asal Malaysia, Anwar Ibrahim berdalih bahwa sepatu tersebut merupakan hadiah dari Sultan Johor.
“Itu hadiah dari Tuanku Sultan Johor dua tahun lalu. Silakan kalau mau nanya-nanya ke saya, tapi jangan membawa narasi fitnah," kata Anwar di Twitter seperti dikutip dari Free Malaysia Today pada Selasa, 29 November 2022.
Anwar Ibrahim diketahui mengenakan sepatu tersebut saat berjumpa dengan Sultan Brunei Hassanal Bolkiah pada Senin, 28 November 2022 lalu.
2. Ketahui Obat Fentanil yang Banyak Tewaskan Warga Amerika Serikat
Kasus overdosis obat Fentanil marak lagi di Amerika Serikat. Salah satu yang jadi sorotan adalah banyaknya jumlah tunawisma yang meninggal akibat fentanil di Los Angeles, Amerika Serikat.
Dalam catatan LA County Public Health Department, terdapat 1504 orang menderita overdosis fentanil fatal pada 2021 lalu. Angka tersebut 14 kali lebih banyak dari 2016 dengan catatan 109 orang.
Apa itu Fentanil?
Mengutip National Institute on Drug Abuse, fentanil adalah obat-obatan jenis opioid sintetik yang berfungsi sebagai obat penghilang rasa sakit. Obat ini biasanya digunakan pada pasien yang mengalami kesakitan pasca operasi. Fentanil terkadang juga digunakan untuk mengobati pasien dengan nyeri kronis yang secara fisik toleran terhadap opioid lain.
Fentanil disebut 50 kali lebih kuat dari heroin dan 100 kali lebih kuat dari morfin. Fentanil yang menyebabkan sejumlah kasus overdosis ini banyak diedarkan secara ilegal yang dibuat di laboratorium. Fentanil dijual dalam bentuk bubuk, diteteskan ke kertas tinta, dimasukkan ke dalam obat tetes mata dan semprotan hidung, atau dibuat menjadi pil yang terlihat seperti resep opioid lainnya.
Layaknya heroin, morfin, dan obat opioid lainnya, fentanil bekerja dengan mengikat reseptor opioid tubuh pada area otak yang mengontrol rasa sakit dan mengendalikan emosi. Setelah mengonsumsi opioid berkali-kali, otak akan beradaptasi dengan obat tersebut, mengurangi kepekaannya, sehingga sulit untuk merasakan kenikmatan dari apa pun selain obat tersebut.
3. Biden Tak Mau Bertemu Putin, Tapi Siap Berdialog Demi Ukraina
Presiden Amerika Serikat Joe Biden memberikan sinyal mau berdialog dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, di tengah ketegangan Barat dan Moskow akibat perang di Ukraina. Namun demikian, Biden mengajukan ada syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh Putin sebelum duduk di meja perundingan.
"Biarkan saya memilih kata-kata saya dengan sangat hati-hati. Saya siap untuk berbicara dengan Tuan Putin jika memang ada kepentingan dalam dirinya memutuskan dia sedang mencari cara untuk mengakhiri perang. Dia belum melakukannya," kata Biden pada konferensi pers di Gedung Putih dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Kamis, 1 Desember 2022.
Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan kepada wartawan bahwa Biden tidak berniat berbicara dengan Putin sekarang, karena kondisi untuk pembicaraan semacam itu masih belum ada.
"Kami tidak berada pada titik di mana pembicaraan tampaknya menjadi jalan yang bermanfaat untuk didekati saat ini," kata Kirby pada Jumat, 2 Desember 2022, saat ditanya tentang komentar Biden.
Rusia menginvasi Ukraina sejak 24 Februari 2022. Amerika Serikat telah mengirimkan lebih dari US$18 miliar bantuan persenjataannya ke Ukraina untuk mengusir Rusia, dan puluhan miliar dolar untuk bantuan lainnya.
Biden menyebut Putin penjahat perang yang bertanggung jawab atas ribuan korban dari kekejamannya. Dalam satu kesempatan, Pemimpin Demokrat itu sempat mengucapkan Putin "tidak bisa tetap berkuasa."
Menanggapi permintaan dari Barat, Kantor Presiden Rusia membalas, bahwa Putin "terbuka untuk negosiasi" asalkan tuntutan Moskow terpenuhi. Kremlin ingin memberi sinyal bahwa mereka berpegang teguh pada keinginannya untuk mengendalikan sebagian dari Ukraina dan menunjukkan kepada rakyat Rusia bahwa "operasi militer khusus" tidak sia-sia.
Spekulasi mengenai dialog untuk mengakhiri perang telah dipercepat karena manuver militer Moskow mandek. Sementara serangan misilnya terhadap fasilitas tenaga listrik di Ukraina telah meningkatkan kemungkinan jutaan orang Ukraina akan menghadapi musim dingin tanpa listrik.
Saat konferensi pers dengan Macron, Biden menegaskan dukungan Amerika Serikat untuk Ukraina tidak akan luntur. Dia menyebut bayangan Putin dapat mengalahkan Ukraina ada di luar pemahamannya.
"Saya siap, jika dia mau bicara, untuk mencari tahu apa yang dia mau lakukan, tetapi saya hanya akan melakukannya dengan berkonsultasi dengan sekutu NATO saya. Saya tidak akan melakukannya sendiri," ujar Biden.
Macron, yang berdiri di samping Biden, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan pernah mendesak Ukraina untuk membuat kompromi yang tidak dapat diterima oleh mereka.
Simak: Biden dan Macron Berselisih soal Subsidi untuk Perusahaan Amerika
REUTERS | CHANNEL NEWS ASIA