TEMPO.CO, Jakarta - Cina bergerak cepat untuk menekan demonstrasi yang meletus di seluruh negeri selama akhir pekan. Aparat Kepolisian dikerahkan ke lokasi yang menjadi sasaran unjuk rasa dan memperketat sensor online.
Ketika berita tentang protes menjadi berita utama internasional, pejabat dan organisasi pemerintah asing menyuarakan dukungan pada para pengunjuk rasa dan mengkritik respon Beijing.
“Kami mengawasi ini dengan cermat, seperti yang Anda duga. Kami terus berdiri dan mendukung hak untuk melakukan protes damai,” kata Koordinator Komunikasi Strategis Dewan Keamanan Nasional Amerika John Kirby pada Senin, 28 November 2022.
Baca juga: Soal PLTN Indonesia, Perusahaan Energi Nuklir Rusia: Tak Perlu Tunggu 2040
Sejumlah petugas medis dikerahkan di kompleks permukiman di Distrik Chaoyang, Beijing, China, yang sedang di-lockdown, Senin 21 November 2022. Untuk mengambil sampel tes PCR para penghuninya. Otoritas Kota Beijing memperketat kebijakan nol kasus COVID-19 setelah ditemukan tiga kasus kematian dalam dua hari berturut-turut pada 19-20 November 2022. ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie/foc.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly mengatakan Cina harus mau mendengarkan suara rakyatnya sendiri. Lewat unjuk rasa ini, warga Cina mencoba mengatakan kalau mereka tidak senang dengan aturan Covid-19 yang diberlakukan.
Uni Penyiaran Eropa (EBU) juga mengatakan pada Senin, 28 November 2022, bahwa EBU mengutuk intimidasi dan agresi yang tidak dapat ditolerir kepada wartawan anggota EBU di Cina. Pernyataan EBU itu merujuk pada wartawan asing yang ditahan (di Cina).
Protes di Cina dipicu kemarahan atas kebijakan nol-Covid-19 yang semakin ketat di Negeri Tirai Bambu itu. Jumlah demonstran meningkat di beberapa kota besar, demikian pula berbagai keluhan disuarakan. Demonstran juga menyerukan adanya demokrasi dan kebebasan yang lebih besar.
Pada Minggu malam, 27 November 2022, unjuk rasa menyebar ke Beijing, Chengdu, Guangzhou, dan Wuhan, di mana ribuan demonstran menyerukan agar pembatasan Covid-19 diakhiri dan adanya kebebasan politik. Warga Cina di beberapa wilayah yang lockdown merobohkan penghalang dan turun ke jalan.
Protes juga berlangsung di kampus-kampus, termasuk institusi favorit Universitas Peking dan Universitas Tsinghua di Beijing, serta Universitas Komunikasi Cina di Nanjing.
Unjuk rasa sangat jarang terjadi di Cina setelah Partai Komunis Cina memperketat aturan pada hampir semua aspek kehidupan di negara itu. Beijing juga siap mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang menyuarakan perbedaan pendapat, menghapus sebagian besar organisasi masyarakat sipil dan membangun teknologi tinggi untuk pengawasan negara.
Sistem pengawasan massal bahkan lebih ketat di Xinjiang, di mana pemerintah Cina dituduh menahan hingga 2 juta warga Uighur dan etnis minoritas lainnya di kamp-kamp. Mantan tahanan menuduh mereka dilecehkan secara fisik dan seksual.
Di antara ribuan pengunjuk rasa, ratusan demonstran menyerukan agar Presiden Cina Xi Jinping dicopot. Cina hampir tiga tahun menjalani strategi tes massal virus corona, lockdown paksa, karantina mandiri, dan pelacakan digital pada warga yang dalam pengawasan karena Covid-19. Semua aturan itu, dianggap telah merugikan warga dan merugikan pula secara ekonomi.
Selain itu, protes di Cina juga dipicu oleh musibah kebakaran mematikan Kamis lalu 24 November 2022 di Urumqi, ibu kota wilayah barat jauh Xinjiang. Kobaran api menewaskan sedikitnya 10 orang dan melukai sembilan orang di sebuah gedung apartemen. Musibah ini menyebabkan kemarahan publik setelah video insiden tersebut memperlihatkan kalau lockdown telah menunda petugas pemadam kebakaran menjangkau para korban.
Kota Urumqi sudah lebih dari 100 hari berstatus lockdown. Kondisi ini membuat warga tidak dapat meninggalkan wilayah tersebut kalau tidak ada hal yang mendesak dan banyak yang terpaksa di rumah saja.
Rekaman video memperlihatkan pada Jumat, 25 November 2022, warga Urumqi melakukan aksi jalan ke gedung pemerintah dan meneriakkan agar lockdown diakhiri. Keesokan paginya, pemerintah daerah mengatakan akan mencabut lockdown secara bertahap – tetapi tidak memberi kejelasan kapan lockdown akan dicabut atau protes diatasi.
Sejauh ini CNN telah memverifikasi ada 20 titik unjuk rasa yang terjadi di 15 kota di Cina – termasuk ibu kota Beijing dan pusat keuangan Shanghai. Di Shanghai pada Sabtu, 26 November 2022, ratusan orang berkumpul untuk menyalakan lilin di Jalan Urumqi, untuk mengenang para korban kebakaran. Banyak yang mengangkat lembaran kertas putih kosong sebagai bentuk protes simbolis terhadap penyensoran. Mereka yang berunjuk rasa juga meneriakkan kalimat 'Butuh HAM, butuh kebebasan.'
Kebijakan nol-Covid-19 sangat terasa di Shanghai. Lockdown selama dua bulan di Shanghai pada awal tahun ini membuat banyak orang kesulitan membeli makanan, perawatan medis, atau persediaan dasar lainnya sehingga menimbulkan kebencian mendalam dari publik.
Sebelumnya pada November 2022, protes yang lebih besar terjadi di Guangzhou. Di sana, warga menolak lockdown dengan merobohkan penghalang dan bersorak-sorai saat mereka turun ke jalan.
Sementara protes di beberapa bagian di Cina sebagian besar telah bubar dengan damai selama akhir pekan lalu. Di beberapa kota kepolisian anti-huru-hara tak segan melakukan tindakan tegas pada demonstran.
CNN | Nugroho Catur Pamungkas
Baca juga: Otoritas China Mulai Menyelidiki Protes Anti-Pembatasan COVID-19
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.