TEMPO.CO, Jakarta - Pihak berwenang China mulai Selasa 29 November 2022 menyelidiki beberapa orang yang berkumpul dalam protes akhir pekan lalu untuk menentang pembatasan COVID-19. Hal ini diungkapkan tiga orang yang sempat ikut serta dalam demonstrasi di Beijing kepada Reuters.
Baca juga: Kertas Kosong, Simbol Pembangkangan dalam Protes COVID-19 di China
Dalam satu kasus, seorang penelepon yang mengidentifikasi sebagai petugas polisi di ibu kota China meminta pengunjuk rasa untuk datang ke kantor polisi pada Selasa. Mereka diminta menyampaikan catatan tertulis tentang kegiatan mereka pada Minggu malam.
Di kasus lain, seorang siswa dihubungi oleh perguruan tinggi mereka dan ditanya apakah mereka pernah berada di area tempat acara berlangsung dan untuk memberikan laporan tertulis.
"Kami semua mati-matian menghapus riwayat obrolan kami," kata seorang pengunjuk rasa Beijing yang menolak disebutkan namanya kepada Reuters.
“Polisi terlalu banyak. Polisi datang untuk memeriksa KTP salah satu teman saya dan kemudian membawanya pergi. Kami tidak tahu kenapa. Beberapa jam kemudian mereka membebaskannya.”
Biro Keamanan Publik Beijing tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Ketidakpuasan yang membara dengan kebijakan pencegahan COVID-19 setelah tiga tahun pandemi memicu protes yang lebih luas di kota-kota yang terpisah ribuan mil selama akhir pekan.
Gelombang pembangkangan sipil terbesar di China sejak Xi Jinping berkuasa satu dekade lalu terjadi ketika jumlah kasus COVID-19 mencapai rekor tertinggi setiap hari dan sebagian besar kota menghadapi penguncian baru.
COVID-19 di China terus menyebar meskipun sebagian besar dari 1,4 miliar penduduknya berupaya mencegah penularan dengan mematuhi kebijakan nol-COVID-19 untuk memberantas semua wabah. Sementara pemerintah mempertahankan kontrol perbatasan yang ketat.
Penguncian telah memperburuk pertumbuhan ekonomi China dalam beberapa dekade, mengganggu rantai pasokan global dan memicu pasar keuangan yang bergolak.