TEMPO.CO, Jakarta - Presiden China Xi Jinping dilaporkan bersedia bekerja sama dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dalam menciptakan perdamaian dunia. Beijing diklaim tetap dekat dengan Pyongyang di tengah ketegangan di semenanjung Korea akibat uji coba rudal balistik antarbenua belum lama ini.
Baca: Retno Marsudi: Indonesia Ingin Membuat ASEAN Tetap Relevan
Kantor Berita Pemerintah Korea Utara KCNA, seperti dilansir Reuters pada Sabtu 26 November 2022, menyebutkan Xi mengatakan kepada Kim melalui pesan bahwa Beijing siap bekerja sama dengan Korea Utara untuk "perdamaian, stabilitas, pembangunan, dan kemakmuran kawasan dan dunia".
Xi disebut bersedia bekerja sama dengan Pyongyang karena "perubahan di dunia, waktu, dan sejarah terjadi dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya". KCNA menyatakan pesan dari Xi itu sebagai tanggapan atas ucapan selamat dari Kim setelah Kongres Partai Komunis China sekitar bulan lalu.
Pesan dari Xi muncul beberapa hari setelah Korea Utara menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) dalam salah satu uji cobanya yang paling kuat. Pyongyang menyatakan akan menghadapi ancaman nuklir Amerika dengan nuklirnya sendiri.
Korea Utara telah melakukan peluncuran rudal yang memecahkan rekor dalam beberapa pekan terakhir dan kekhawatiran berkembang bahwa mereka sedang membangun uji coba nuklir ketujuh, yang pertama sejak 2017.
Beberapa hari sebelum peluncuran ICBM Korea Utara, Xi bertemu di sela-sela KTT G20 di Bali dengan Presiden Amerika Joe Biden. Saat rapat dengan Xi, Biden menyuarakan keyakinan bahwa Beijing tidak ingin melihat eskalasi lebih lanjut oleh Pyongyang.
Biden ingin China menggunakan pengaruhnya untuk membantu mengendalikan Korea Utara.
Peluncuran rudal pada 18 November 2022 diprediksi merupakan ICBM terbaru Pyongyang dengan jangkauan potensial untuk mencapai daratan Amerika Serikat. Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan terbuka mengenai peluncuran tersebut, dengan Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan India di antara 14 negara untuk mengutuk keras tindakan Pyongyang.
Seorang diplomat Barat mengatakan bahwa China dan Rusia telah memilih untuk tidak mencantumkan nama mereka dalam pernyataan hari Senin. Awal bulan ini, Amerika Serikat menuduh Beijing dan Moskow melindungi Pyongyang dari hukuman lebih lanjut.
Pada Mei lalu, China dan Rusia memveto upaya yang dipimpin Amerika untuk memperketat sanksi terhadap Korea Utara sebagai tanggapan atas peluncuran sebelumnya.
Pyongyang sudah berada di bawah berbagai sanksi internasional atas program rudal nuklir dan balistiknya. China menyumbang lebih dari 90 persen perdagangan bilateral negara miskin itu.
Baca: Indonesia Disarankan Gandeng India hingga Turki untuk Mengakhiri Perang di Ukraina
REUTERS | CNA