TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Aljazair telah menghukum mati 49 orang yang telah membunuh secara beramai-ramai seorang seniman atas tuduhan memulai kebakaran hutan yang mematikan selama gelombang panas yang berkepanjangan pada tahun lalu,
Baca: Komunitas Yahudi Berpihak pada Rezim Iran di Tengah Protes Melawan Pemerintah
Namun negara Afrika Utara itu mempertahankan moratorium pelaksanaan hukuman mati sejak eksekusi terakhir pada 1993, sehingga hukuman tersebut kemungkinan akan dikurangi menjadi penjara seumur hidup.
Seperti dilansir Al Jazeera pada Jumat, 25 November 2022, pengadilan menemukan bahwa penduduk di distrik Tizi Ouzou di Aljazair telah memukuli Djamel Ben Ismail, 38 tahun, hingga tewas setelah dia dituduh memicu kebakaran pada Agustus tahun lalu yang menewaskan sedikitnya 90 orang di seluruh Aljazair utara.
Belakangan diketahui bahwa Ismail, seorang seniman dari Miliana (230 kilometer ke barat Tizi Ouzou), sebenarnya menuju ke wilayah tersebut sebagai sukarelawan untuk membantu memadamkan api.
Aljazair, negara terbesar di Afrika, adalah salah satu dari beberapa negara Mediterania yang menghadapi kebakaran hutan dahsyat tahun lalu.
“Pengadilan di Dar el-Beida, sebelah timur ibu kota Aljazair, pada hari Kamis menghukum mati 49 orang atas pembunuhan (Ben Ismail) dan memutilasi tubuhnya,” kantor berita resmi negara, APS, melaporkan.
Pengadilan menjatuhkan hukuman penjara kepada 28 terdakwa lainnya dari dua tahun hingga 10 tahun tanpa pembebasan bersyarat.
Video yang diunggah secara daring setelah pengeroyokan menunjukkan kerumunan orang mengepung mobil polisi dan memukuli seorang pria di dalamnya, kemudian menyeretnya keluar dan membakarnya, dengan beberapa orang berswafoto.
Gambar-gambar yang mengejutkan dibagikan secara luas dan memicu kemarahan di Aljazair.
Ayah korban, Noureddine Ben Ismail, dipuji karena menyerukan ketenangan dan persaudaraan di antara warga Aljazair meskipun putranya dibunuh.
Kebakaran hutan dipicu oleh gelombang panas yang menyengat, tetapi polisi juga menyalahkan penjahat atas insiden tersebut.
Pihak berwenang menuduh Gerakan Otonomi Kabylie (MAK), yang dicap sebagai organisasi teroris oleh pemerintah. MAK, sebuah gerakan otonomi untuk wilayah Kabylie yang sebagian besar berbahasa Amazigh di Aljazair utara, menolak tuduhan tersebut.
Meskipun sebagian besar Aljazair adalah gurun, wilayah utara memiliki lebih dari empat juta hektare hutan yang terbakar setiap musim panas.
Baca: Kelompok Bersenjata Nigeria Kembali Menculik 60 Orang
AL JAZEERA