TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Filipina menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada petugas polisi karena menyiksa dan merekayasa bukti pada korban perang narkoba ketika puncak penumpasan anti-narkotika berdarah mantan Presiden Rodrigo Duterte.
Kelompok HAM menyambut vonis yang langka itu dan menyerukan keadilan bagi ribuan lainnya yang meninggal selama masa jabatan enam tahun Duterte, berakhir pada Juni 2022.
Pengadilan Kota Caloocan, menghukum polisi Jefrey Perez dengan dua hukuman penjara seumur hidup, diskualifikasi dari jabatan publik, dan hukuman denda atas penangkapan Carl Angelo Arnaiz, 19 tahun, dan Reynaldo De Guzman, 14 tahun, pada Agustus 2017, keduanya meninggal.
"Rekayasa itu dimaksudkan untuk memberikan gambaran bahwa Carl adalah seorang penjahat... dan kematiannya adalah hasil dari operasi polisi yang sah," kata hakim ketua Rodrigo Pascua dalam keputusan tertanggal 10 November 2022, yang diumumkan pada Rabu malam.
Pengadilan mengatakan petugas polisi itu bersalah atas penyiksaan dan merekayasa kantong plastik berisi daun mariyuana dan methamphetamine serta revolver kaliber .38 seolah milik Arnaiz.
Sebuah laporan polisi mengatakan Arnaiz tewas dalam tembak-menembak sementara tubuh De Guzman kemudian ditemukan dengan luka tusukan.
"Ini adalah peringatan kepada semua penegak hukum untuk tidak menggunakan kekuatan berlebihan terhadap warga sipil," kata Jaksa Persida Acosta, yang menangani kasus tersebut, kepada saluran berita ANC, Kamis.
Polisi Filipina belum mengeluarkan pernyataan atas vonis tersebut.
Lebih dari 6.200 orang tewas dalam operasi polisi dalam perang Duterte melawan narkoba. Polisi menolak tuduhan bahwa pembunuhan itu adalah eksekusi, dengan mengatakan tersangka narkoba melawan saat ditangkap, dan bahwa pihak berwenang bertindak untuk membela diri.
"Kami tidak puas. Ini hanya setetes air dalam ember," kata Amnesty International Filipina di Facebook. "Mereka yang mendorong polisi untuk menyiksa, membunuh, dan menyimpan bukti harus dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya polisi tingkat rendah."
REUTERS