TEMPO.CO, Jakarta - Rusia dan Amerika Serikat (AS) pada Selasa 22 November 2022 kompak mendesak Turki agar menahan diri dari "penggunaan kekuatan yang berlebihan" di Suriah.
Baca juga: Ribuan Orang di Suriah Menghadiri Pemakaman Korban Serangan Turki
Desakan ini dilontarkan Moskow dan Washington setelah Ankara melakukan serangan udara dan mengancam akan melancarkan serangan darat terhadap pejuang Kurdi di Suriah.
“Kami berharap dapat meyakinkan rekan-rekan Turki kami untuk menahan diri dari penggunaan kekuatan yang berlebihan di wilayah Suriah untuk menghindari eskalasi ketegangan,” kata Alexander Lavrentyev, utusan khusus Presiden Rusia Vladimir Putin di Suriah, kepada wartawan di Astana.
Sementara juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan Washington telah mengomunikasikan keprihatinan seriusnya kepada Ankara tentang dampak eskalasi terhadap tujuan memerangi ISIS.
“Kami telah mendesak Turki untuk menentang operasi semacam itu, sama seperti kami telah mendesak mitra Suriah kami untuk menentang serangan atau eskalasi,” kata juru bicara itu .
Amerika Serikat telah bersekutu dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin YPG dalam perang melawan ISIS di Suriah, menyebabkan keretakan yang dalam dengan sekutu NATO, Turki.
Turki pada Minggu meluncurkan serangkaian serangan udara yang menargetkan pangkalan militan Kurdi terlarang di Suriah utara dan Irak. Sedikitnya 37 orang tewas dalam serangan itu, menurut sebuah laporan oleh kelompok pemantau yang berbasis di Inggris, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.
"Rusia selama berbulan-bulan melakukan segala kemungkinan untuk mencegah operasi darat berskala besar," ujar Lavrentyev di ibu kota Kazakhstan, yang menjadi tuan rumah pertemuan tripartit antara Rusia, Turki dan Iran mengenai Suriah.
Ketiga negara tersebut adalah pemain utama dalam perang di Suriah, yang telah merenggut hampir setengah juta jiwa sejak 2011.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengancam akan melancarkan operasi militer baru di Suriah utara sejak Mei.
“Kami akan membuat mereka yang mengganggu kami di wilayah kami membayar,” katanya pada Senin. Ia menambahkan bahwa konsultasi sedang berlangsung “untuk memutuskan tingkat kekuatan yang harus digunakan oleh pasukan darat Turki.”
Serangan udara Turki, dengan nama sandi Operasi Claw-Sword, terjadi sepekan setelah ledakan di Istanbul tengah yang menewaskan enam orang dan melukai 81 orang. Turki menuduh serangan dilakukan oleh Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang sudah dilarang.
Turki mengatakan YPG Kurdi Suriah menewaskan dua orang dalam serangan mortir dari Suriah utara pada Senin, menyusul operasi udara Turki pada akhir pekan dan serangan bom mematikan di Istanbul seminggu sebelumnya.
Seorang anak dan seorang guru tewas dan enam orang terluka ketika bom mortir menghantam daerah perbatasan di provinsi Gaziantep, Turkiye. Angkatan bersenjata Turkiye menanggapi dengan jet kembali menghantam sasaran di Suriah, kata seorang pejabat keamanan senior.
Presiden Tayyip Erdogan mengatakan operasi tidak akan terbatas pada kampanye udara dan mungkin melibatkan pasukan darat. Turki telah melakukan beberapa operasi militer besar melawan militan YPG dan Daesh di Suriah utara dalam beberapa tahun terakhir.
PKK telah mengobarkan pemberontakan berdarah di Turki selama beberapa dekade dan ditetapkan sebagai kelompok teror oleh Ankara dan sekutu Baratnya. Namun, PKK membantah terlibat dalam ledakan Istanbul.
Baca juga: Roket dari Suriah Menghantam Perbatasan Turki, 3 Orang Tewas
AL ARABIYA