TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat menyerukan Dewan Keamanan PBB agar membuat pernyataan presiden untuk meminta pertanggungjawaban Korea Utara atas uji coba rudal balistik antarbenua belum lama ini. Saran ini muncul setelah forum lagi-lagi menemui jalan buntu.
Pernyataan presiden biasanya muncul saat sidang Dewan Keamanan PBB tidak mencapai konsensus, atau salah satu anggota tetap memberikan veto terhadap resolusi. Sifat pernyataan presiden itu serupa dengan resolusi, dan tetap dipungut dari suara tetap dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, namun tidak mengikat secara hukum.
Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, mengatakan sangat penting bagi Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 orang menanggapi dengan satu suara. Dia menegaskan kembali tudingan Amerika kalau Cina dan Rusia telah mendukung Pyongyang dengan memblokir tindakan dewan.
"Halangan terang-terangan dari kedua anggota ini (Cina dan Rusia) menempatkan wilayah Asia Timur Laut dan seluruh dunia dalam risiko," kata Thomas-Greenfield dalam pertemuan dewan yang diadakan Washington, Senin, 21 November 2022.
Baca juga: Mahkamah Agung Afsel Mengirim Jacob Zuma Kembali ke Penjara
Duta Besar Cina untuk PBB, Zhang Jun, mengatakan Beijing prihatin dengan naiknya ketegangan dan konfrontasi di Semenanjung Korea. Akan tetapi dia menyebut, Dewan Keamanan PBB harus membantu meredakan ketegangan dan tidak selalu menekan Pyongyang.
Zhang mengatakan Washington harus mengambil inisiatif dan mengajukan proposal yang realistis untuk menanggapi Korea Utara yang berhak untuk khawatir.
"Semua pihak harus tetap tenang, menahan diri, bertindak dan berbicara dengan hati-hati, dan menghindari tindakan apa pun yang dapat meningkatkan ketegangan dan menyebabkan salah perhitungan, untuk mencegah situasi jatuh ke dalam lingkaran setan," kata Zhang.
Sementara itu, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Anna Evstigneeva menuduh Washington mencoba memaksa Korea Utara melakukan pelucutan senjata sepihak melalui sanksi dan pemaksaan lainnya. Dia menyalahkan uji coba rudal pada latihan militer oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Korea Utara telah meluncurkan rudal balistik dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tahun ini. Sebelumnya, Washington telah memperingatkan sejak berbulan-bulan lalu kalau Korea Utara bisa melakukan uji coba bom nuklir yang pertama sejak 2017 kapan saja.
Terbaru, Korea Utara menembakkan rudal balistik antarbenua pada Jumat, 18 November 2022, atau beberapa saat menjelang pembukaan KTT APEC yang digelar di Thailand. Amerika Serikat dan sekutunya yang tengah berada di Bangkok langsung menggelar rapat darurat untuk membahas peluncuran rudal tersebut. Mereka juga PBB mengecam Pyongyang.
Setelah pertemuan Dewan Keamanan PBB kemarin, Thomas-Greenfield membacakan pernyataan bersama 14 negara lainnya, termasuk delapan anggota Dewan Keamanan, yang mengutuk peluncuran terbaru Korea Utara. Pernyataan itu mengatakan rudal itu mendarat sekitar 200 kilometer dari garis pantai Jepang dan uji coba tersebut merupakan "eskalasi serius" yang "menimbulkan ancaman tegas terhadap perdamaian dan keamanan internasional."
Dewan Keamanan PBB disebut harus bertindak untuk membatasi kemajuan program senjata Korea Utara. Seorang Juru Bicara Misi Amerika untuk PBB mengatakan draf pernyataan presiden akan segera dibagikan ke Dewan Keamanan PBB. Negosiasi pun akan menyusul.
Korea Utara telah melakukan peluncuran rudal balistik dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun ini. Washington telah memperingatkan selama berbulan-bulan bahwa Pyongyang dapat melakukan uji coba bom nuklir pertamanya sejak 2017 kapan saja.
Seorang pejabat senior AS mengatakan pada bulan ini kalau Washington yakin Cina dan Rusia memiliki pengaruh untuk membujuk Korea Utara agar jangan lagi melanjutkan uji coba nuklir. Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan kepada mitranya di Cina pada Minggu kalau Beijing memiliki kewajiban untuk mencobanya.
Sebelum meluncurkan rudal balistik yang dapat mencapai daratan Paman Sam, Pyongyang telah memperingatkan akan memberi respon militer yang lebih keras terhadap Washington. Sementara Amerika Serikat mengklaim telah meningkatkan kerja sama pertahanan di kawasan bersama Korea Selatan dan Jepang karena dipicu langkah agresif Korea Utara.
Menteri Luar Negeri Korea Utara pada Senin, 22 November 2022, menuduh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres berpihak pada Washington dan gagal mempertahankan ketidakberpihakan dan objektivitas. Dia mengatakan itu adalah hak Pyongyang untuk mengembangkan senjata untuk pertahanan diri.
REUTERS
Baca juga: Korea Selatan Gandeng Rusia dan Cina Kerja Sama untuk Bujuk Korea Utara
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.