TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat menawarkan hadiah hingga US$ 10 juta atau sekitar Rp 155,6 miliar untuk informasi yang akan membantu mengganggu keuangan Al Shabaab saat kelompok yang beraliansi dengan Al Qaeda itu meningkatkan serangan terhadap pasukan pemerintah dan warga sipil di Somalia.
Baca:
Departemen Luar Negeri Amerika juga mengumumkan pada hari Senin, 14 November 2022, bahwa mereka meningkatkan hadiah untuk informasi tentang para pemimpin Al Shabaab menjadi US$ 10 juta melalui program Hadiah untuk Keadilan.
“Al Shabaab bertanggung jawab atas berbagai serangan teroris di Somalia, Kenya, dan negara-negara tetangga yang telah menewaskan ribuan orang, termasuk warga Amerika," kata departemen itu dalam sebuah pernyataan.
Washington sedang mencari informasi tentang "emir" Al Shabaab, Ahmed Diriye; komandan keduanya, Mahad Karate; dan Jehad Mostafa, seorang warga negara Amerika yang oleh Departemen Luar Negeri digambarkan sebagai pemimpin kelompok pejuang asing dan sayap media serta teroris berpangkat tertinggi dengan kewarganegaraan Amerika yang berperang di luar negeri.
Departemen Luar Negeri mengaitkan Diriye dengan serangan pada 2020 di sebuah pangkalan militer di Kenya yang menewaskan satu tentara Amerika dan dua kontraktor. Program Hadiah untuk Keadilan sebelumnya menawarkan hingga US$ 6 juta untuk informasi tentang Diriye, yang juga dikenal sebagai Abu Ubaidah.
Al Shabaab telah mengintensifkan serangannya di Somalia dengan berperang melawan pasukan pemerintah dalam beberapa pekan terakhir.
Anggota kelompok itu diusir dari ibu kota Mogadishu oleh pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika pada 2011, tetapi mereka masih menguasai bagian pedesaan Somalia.
Presiden Hassan Sheikh Mohamud, yang mulai menjabat pada Mei lalu, telah berjanji berperang habis-habisan melawan kelompok tersebut. Pasukan pemerintah dan milisi sekutu Beberapa kali mengalahkan Al Shabaab dalam tiga bulan terakhir, merebut kembali wilayah yang telah lama mereka kuasai.
Sebagai balasan, Al Shabaab mengaku bertanggung jawab atas pengeboman mobil kembar yang menewaskan sedikitnya 100 orang di Kementerian Pendidikan di Mogadishu pada 29 Oktober lalu. Itu merupakan ledakan paling mematikan di negara itu dalam lima tahun terakhir.
Bulan ini, sebuah bom bunuh diri yang diklaim oleh kelompok tersebut juga menewaskan sedikitnya lima orang dan melukai 11 lainnya di dekat kamp pelatihan militer di Mogadishu.
Militer Amerika menyatakan pekan lalu bahwa mereka membunuh 17 anggota Al Shabaab dalam serangan yang diminta oleh pemerintah Somalia.
“Somalia tetap menjadi kunci stabilitas dan keamanan di seluruh Afrika Timur,” kata militer AS dalam sebuah pernyataan saat itu. “Pasukan Komando Amerika di Afrika akan terus melatih, menasihati, dan memperlengkapi pasukan mitra untuk memberi mereka alat yang dibutuhkan guna mengalahkan Al Shabaab.
Pada hari Senin, Departemen Luar Negeri Amerika menyatakan sedang mencari informasi untuk mengganggu aliran pendapatan kelompok tersebut, termasuk dari sumber daya alam lokal, kontribusi keuangan dari donor, aktivitas internasional oleh perusahaan-perusahaan front yang terkait dengan Al Shabaab, dan skema kriminal yang melibatkan anggota dan pendukungnya.
Somalia yang dilanda kekeringan telah berjuang mengatasi kekurangan pangan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan bahwa negara itu menghadapi kelaparan terburuk dalam setengah abad terakhir.
Baca:
AL JAZEERA