TEMPO.CO, Jakarta - Diplomat papan atas Iran menuduh negara-negara Barat mempromosikan kekerasan di republik Islam itu dengan membantu pengunjuk rasa membuat senjata dan bom molotov.
Baca: Penentang Rezim Iran yang Nonton Piala Dunia Qatar Terancam Diculik
Kekerasan jalanan telah berkobar di seluruh Iran sejak kematian Mahsa Amini, 22 tahun, dalam tahanan polisi moral pada 16 September lalu. Perempuan Kurdi itu ditangkap karena diduga melanggar aturan hijab untuk perempuan.
Lusinan orang, terutama demonstran dan juga personel keamanan, telah tewas selama demonstrasi, yang oleh pihak berwenang disebut sebagai kerusuhan. Ratusan pengunjuk rasa telah ditangkap.
Dalam panggilan telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Kamis malam, 10 November 2022, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian menuduh pemerintah Barat mempromosikan kekerasan dan pengajaran pengunjuk rasa membuat senjata dan bom molotov melalui jejaring sosial dan media.
“Tindakan ini mengarah pada pembunuhan petugas polisi dan ketidakamanan di Iran. Mereka bahkan mempersiapkan dasar untuk aksi teroris kelompok Negara Islam,” kata dia seperti dikutip di laman kementeriannya.
Setidaknya 13 orang tewas pada 26 Oktober lalu dalam serangan situs suci kaum Syiah di kota selatan Shiraz. Kelompok ISIS mengklaim serangan tersebut.
Amir-Abdollahian juga mengkritik negara-negara Barat yang telah mendesak diadakannya sidang khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB tentang tanggapan Iran terhadap protes Amini.
Ia mengatakan sesi seperti itu seharusnya diadakan untuk pemerintah yang menyebarkan kekerasan dan teror. “Bukan untuk Iran yang merupakan pembela hak asasi manusia sejati dan telah menahan diri secara serius terkait dengan kerusuhan baru-baru ini,” kata dia.
Baca: Uni Emirat Arab Jadi Negara Teluk Pertama yang Membuka Kasino
AL ARABIYA