TEMPO.CO, Jakarta -Sekitar selusin peraih Nobel Sastra mendesak para pemimpin dunia menekan tuan rumah Konferensi Iklim Internasional COP27, Mesir, untuk membebaskan ribuan tahanan politik yang mendekam di penjara negara itu.
Baca juga: Absen COP27 di Mesir, Greta Thunberg: Gimik Doang
15 pemenang Nobel mengirimkan surat ke PBB, Dewan Eropa, dan beberapa kepala negara seperti Prancis, Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis. Dalam surat itu mereka mendesak para pemimpin untuk menggunakan setiap kesempatan selama konferensi untuk membawa suara-suara orang yang dipenjara secara tidak adil.
“Kami mendorong Anda untuk menggunakan kesempatan yang sekarang ada di tangan Anda untuk membantu mereka yang paling rentan. Tidak hanya terhadap laut yang naik, tetapi mereka yang dipenjara dan dilupakan – khususnya di negara yang memiliki hak istimewa untuk menjadi tuan rumah Anda,” kata para pemenang Nobel dalam pernyataan dikutip dari Al Jazeera, Rabu, 2 November 2022.
“Kami meminta Anda untuk menggunakan pidato pleno Anda untuk membicarakan nama-nama orang yang dipenjara, untuk menyerukan kebebasan mereka, dan untuk mengundang Mesir untuk membuka halaman dan menjadi mitra sejati di masa depan yang berbeda: masa depan yang menghormati kehidupan dan martabat manusia."
COP27, yang diselenggarakan oleh PBB, akan diadakan di kota Laut Merah Mesir, Sharm el-Sheikh dari 6 hingga 18 November 2022. Tujuan KTT itu adalah menyatukan pemerintah mempercepat upaya untuk mengekang krisis iklim dunia.
Para pemenang Nobel yang menyatakan sikap termasuk di antaranya penulis Turki Orhan Pamuk, penyair Amerika Louise Gluck, novelis Tanzania Abdulrazak Gurnah, dan penulis Inggris Kazuo Ishiguro. Dafar tersebut juga diisi pegiat Mesir-Inggris terkemuka Alaa Abd el-Fatta.
Menjelang KTT Komisi Hak dan Kebebasan Mesir (ECRF) melaporkan pada Senin, 31 Oktober 2022, setidaknya 67 orang telah ditangkap di Kairo dan kota-kota lain selama beberapa hari sebelumnya. Seruan untuk protes pada 11 November juga telah muncul di depan Kantor Kejaksaan Mesir.
Seorang aktivis lingkungan India dibebaskan pada Senin, 31 Oktober 2022, setelah dia ditahan pada hari sebelumnya.
“Kami meminta Anda, di alamat Anda, untuk membawa suara-suara orang yang dipenjara secara tidak adil ke dalam ruangan. Suara kuat Alaa Abd el-Fattah untuk demokrasi hampir padam,” kata para pemenang Nobel.
Abd el-Fattah telah memulai mogok makan penuh menjelang KTT iklim. Para pendukungnya mengatakan dia akan tewas atau bebas ketika para pemimpin dunia bersidang minggu depan.
Selama berbulan-bulan, blogger berpengaruh berusia 40 tahun itu melakukan mogok makan sebagian, hanya mengonsumsi 100 kalori sehari, memicu kekhawatiran akan kesehatannya.
Sang aktivis berpartisipasi dalam pemberontakan pro-demokrasi 2011 yang melanda Timur Tengah dan penggulingan Presiden Hosni Mubarak. Dia pertama kali dijatuhi hukuman pada 2014 setelah dihukum karena ikut serta dalam protes tidak sah dan diduga menyerang seorang petugas polisi.
Dia dibebaskan pada 2019 setelah menjalani masa hukuman lima tahun tetapi ditangkap kembali akhir tahun itu. Penahanannya itu diikuti protes anti-pemerintah. Pada Desember 2021, ia dijatuhi hukuman lima tahun lagi atas tuduhan menyebarkan berita palsu.
Abd el-Fattah juga menghadapi tuduhan terpisah karena menyalahgunakan media sosial. Dia dianggap bergabung ke Ikhwanul Muslimin, yang oleh pihak berwenang dinyatakan sebagai “organisasi teroris” pada 2013.
Baca juga: Putra Mahkota Arab Saudi Tak Hadiri KTT Arab di Mesir
AL JAZEERA