TEMPO.CO, Jakarta - Kantor hak asasi manusia PBB menyuarakan keprihatinan atas perlakuan Iran terhadap pengunjuk rasa yang ditahan dan mengatakan pihak berwenang menolak mengembalikan jenazah demonstran. Pernyataan yang dikeluarkan Jumat, 28 Oktober 2022 itu, bersamaan dengan seruan demonstran agar pemimpin tertinggi negara itu mundur.
Republik Islam dilanda protes sejak kematian wanita Kurdi berusia 22 tahun Mahsa Amini dalam tahanan polisi bulan lalu.
Unjuk rasa menjadi kerusuhan di sejumlah kota dan melahirkan penentang paling berani terhadap kepemimpinan ulama Iran sejak revolusi 1979.
Rekaman video di media sosial menunjukkan pengunjuk rasa di kota Zahedan, dekat perbatasan Iran dengan Pakistan dan Afghanistan, pada hari Jumat menyerukan kematian "diktator" Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei dan milisi Basij, yang telah memainkan peran utama dalam tindakan keras terhadap demonstrasi.
Puluhan orang tewas dalam bentrokan di Zahedan empat minggu lalu selama protes anti-pemerintah. Amnesty International mengatakan pasukan keamanan menewaskan sedikitnya 66 orang dalam tindakan keras pada 30 September.
Dewan keamanan provinsi mengatakan pembangkang bersenjata telah memprovokasi bentrokan, yang menyebabkan kematian orang tidak bersalah, tetapi mengakui ada "kekurangan" pada polisi.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan setidaknya 250 pengunjuk rasa tewas dan ribuan ditangkap di seluruh negeri. Tindakan keras oleh pasukan keamanan termasuk milisi Basij yang ditakuti, yang memiliki rekam jejak menghancurkan perbedaan pendapat, telah gagal meredakan kerusuhan.
"Kami melihat banyak perlakuan buruk ... juga pelecehan terhadap keluarga pengunjuk rasa," kata Ravina Shamdasani, juru bicara Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia, pada konferensi pers Jenewa, mengutip berbagai sumber.
"Yang menjadi perhatian khusus adalah informasi bahwa pihak berwenang telah memindahkan pengunjuk rasa yang terluka dari rumah sakit ke fasilitas penahanan dan menolak untuk melepaskan mayat mereka yang terbunuh kepada keluarga mereka," katanya.
Shamdasani menambahkan bahwa dalam beberapa kasus, pihak berwenang memberikan persyaratan pada pemulangan jenazah, meminta keluarga untuk tidak mengadakan upacara pemakaman atau berbicara kepada media. Para pengunjuk rasa yang ditahan juga terkadang ditolak perawatan medisnya, katanya.
Pengawal Revolusi Iran mengatakan unit intelijennya telah menggagalkan serangan bom di kota selatan Shiraz, dua hari setelah penembakan mematikan di sebuah rempoat ibadah di sana, kata kantor berita penjaga, Sepah News.
Penembakan hari Rabu, yang diklaim oleh Negara Islam, menewaskan 15 jemaah di masjid Shah Cheragh.
Reuters