TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Sri Lanka pada Jumat, 21 Oktober 2022, meloloskan amendemen konstitusi yang bertujuan memangkas kekuasaan presiden, meningkatkan perlindungan antikorupsi, dan membantu menemukan jalan keluar dari krisis keuangan terburuk negara itu sejak kemerdekaan.
Baca: Hakim AS: Penumpang Lion Air JT 610 yang Jatuh 2018 sebagai Korban Kejahatan
Negara pulau di Asia selatan itu telah berjuang selama berbulan-bulan untuk mencari pendanaan untuk membayar impor penting seperti bahan bakar, makanan, gas untuk memasak, dan obat-obatan.
Banyak penduduk Sri Lanka menyalahkan mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa karena menerapkan beberapa kebijakan yang gagal. Termasuk di antaranya pemotongan pajak, larangan pupuk kimia yang sekarang dibatalkan, dan penundaan dalam mencari bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) yang mengakibatkan negara itu untuk pertama kalinya gagal membayar utang luar negerinya.
Sebagai respons atas aksi protes yang meluas, pada Juni lalu, Rajapaksa mendukung reformasi konstitusi yang akan mengurangi kekuasaan presiden dan membagikannya ke parlemen. Ia mengundurkan diri bulan berikutnya setelah demonstran menyerbu kantor dan tempat tinggalnya.
“Amendemen ini tidak hanya akan membantu membawa perubahan sistem yang dituntut oleh Sri Lanka, tetapi juga akan membantu mengamankan program IMF dan bantuan internasional lainnya untuk membangun kembali ekonomi,” kata Menteri Kehakiman Wijedasa Rajapakshe kepada parlemen.
Pada September lalu, Sri Lanka menandatangani kesepakatan awal dengan IMF untuk pinjaman sebesar US$ 2,9 miliar atau sekitar Rp 45 triliun dengan janji memperbaiki peraturan untuk memerangi korupsi. Partai-partai oposisi dan perwakilan masyarakat sipil mengecam amendemen tersebut karena tidak cukup jauh jangkauannya dalam mempromosikan akuntabilitas dan mengurangi kekuasaan pemerintah.
“Ini hanya mengutak-atik kekuasaan presiden dan amendemen tidak menerapkan perubahan signifikan,” kata Bhavani Fonseka, peneliti senior di Center for Policy Alternatives, sebuah tangki pemikir yang berbasis di ibu kota Kolombo.
Menurut lembaga itu, presiden masih memiliki kekuasaan mengambil alih parlemen, memegang kementerian. Sebagian besar anggota dewan konstitusi juga masih akan terdiri dari orang yang ditunjuk pemerintah.
Baca: Turki Menuduh Amerika Merundung Arab Saudi atas Pemotongan Produksi OPEC+
REUTERS