TEMPO.CO, Jakarta - Seorang siswi Iran bernama Asra Panahi, 16 tahun, dilaporkan tewas setelah dipukuli oleh petugas keamanan di kelasnya karena menolak menyanyikan lagu pro-rezim ketika sekolahnya digerebek pekan lalu. Insiden itu memicu protes lebih lanjut di seluruh negeri.
Baca: PBB Menyebut 23 Anak Tewas Selama Unjuk Rasa di Iran
Dalam penggerebekan ke SMA Perempuan Shahed di Ardabil pada 13 Oktober lalu itu, pasukan keamanan Iran diduga memukuli secara brutal siapa pun yang menolak menyanyikan lagu penghormatan untuk pemimpin tertinggi Ayatullah Ali Khamenei.
Banyak siswi dilarikan ke rumah sakit akibat insiden tersebut, termasuk Asra Panahi yang akhirnya meninggal karena luka-lukanya.
Sejumlah video yang menjadi viral memperlihatkan para siswi di seluruh Iran membuka hijab yang diwajibkan secara hukum di depan umum dan menyerukan slogan-slogan anti-rezim. Hal itu mendorong pasukan keamanan untuk “mendisiplinkan” sekolah dan universitas. Tak jarang tindakan pasukan keamanan itu berakibat fatal.
Video-video tersebut juga memperlihatkan pasukan keamanan menembakkan gas air mata ke sekolah-sekolah dan menggiring para pelajar yang ditahan ke mobil-mobil yang sudah menunggu.
Serikat Guru Iran menyebutkan penyerbuan-penyerbuan tersebut brutal dan tidak manusiawi. Dalam sebuah pernyataan pada Ahad, 16 Oktober 2022, mereka menyerukan pengunduran diri Menteri Pendidikan Yousef Nouri.
Aksi protes tersebut dipicu oleh kematian Mahsa Amini, 22 tahun, yang tewas pada Agustus lalu menyusul penahanannya oleh polisi moral dengan tuduhan tidak mengenakan hijab secara sepantasnya.
Para pejabat Iran membantah bahwa tindakan pasukan keamanan menyebabkan kematian Asra Panahi.
Seorang pria yang mengaku sebagai paman Panahi mengatakan kepada televisi pemerintah bahwa keponakannya tidak mati karena pemukulan, melainkan karena kondisi jantungnya.
Kematian Panahi dilaporkan telah memicu gelombang protes baru. Seorang pelajar yang tak ingin disebut namanya mengatakan, “Saya tidak diizinkan pergi ke sekolah karena orang tua saya mengkhawatirkan keselamatan saya. Tetapi apakah itu mengubah situasi? Rezim terus membunuh dan menahan gadis-gadis pelajar.” Demikian dilaporkan The Times of Israel yang mengutip The Guardian, Selasa, 18 Oktober 2022.
“Apa bagusnya saya jika hanya duduk marah di rumah? Saya dan teman-teman pelajar di seluruh Iran telah memutuskan ikut dalam protes di jalan-jalan pekan ini. Saya akan melakukannya meskipun saya kini harus menyembunyikannya dari orang tua,” kata Naznin, 16 tahun.
Seorang pengunjuk rasa lainnya, Negris, mengatakan, “Saya tidak memiliki satu pun kerabat di Ardabil, tetapi dengan serangan-serangan brutal ini kepada saudari-saudari kami, yang baru berusia 16 tahun, mereka telah membangkitkan seluruh bangsa.”
Nergis mengatakan kematian Nika Shahkarami (17) dan Sarina Esmailzadeh (16), dua gadis pelajar yang dibunuh pasukan keamanan pada pekan-pekan sebelumnya, menambah bahan bakar terhadap aksi-aksi protes seluruh negeri yang sudah kuat.
Baca: Perempuan Iran Menuntut Perubahan Politik
THE TIMES OF ISRAEL