TEMPO.CO, Jakarta - Dua pemimpin komunitas Rohingya di Bangladesh dibunuh secara brutal oleh belasan pria di Kamp 13 di Cox’s Bazar pada Sabtu malam, 15 Oktober 2022. Penbuhuna. Terjadi di saat keamanan memburuk di kamp-kamp yang menaungi hampir satu juta pengungsi.
Baca: Amerika Gelontorkan Rp 2,5 Triliun untuk Bantu Etnis Rohingya
Juru bicara kepolisian, Faruk Ahmed, mengatakan dua pemimpin Rohingya menyebut pembunuhan itu sebagai salah satu serangan terburuk dalam beberapa bulan terakhir.
“Lebih dari dua belas orang berandal Rohingya memutilasi Maulvi Mohammad Yunus, 38 tahun, majhi yang mengepalai Kamp 13. Mereka juga membunuh Mohammad Anwar, 38 tahun, majhi lain. Yunus tewas di tempat dan Anwar meninggal di rumah sakit,” kata Ahmed seperti dikutip Al Jazeera, Senin, 17 Oktober 2022. Majhi adalah istilah untuk seorang pemimpin kamp Rohingya.
Seorang perwira senior dari unit polisi elite yang bertugas mengamankan kamp menuduh Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), sebuah kelompok yang memerangi militer di Myanmar, bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut.
“Keduanya menjadi target pembunuhan oleh ARSA. Bentrok internal di Myanmar mempengaruhi situasi keamanan di kamp-kamp,” kata perwira yang enggan disebut namanya.
Permukiman-permukiman yang jorok dan tidak sehat itu mengalami peningkatan kekerasan dalam bulan-bulan terakhir. Gangster berusaha menguasai perdagangan narkoba dan mengintimidasi para pemimpin sipil pengungsi dengan pembunuhan dan penculikan.
Bangladesh telah menyediakan permukiman bagi para pengungsi Rohingya di kamp-kamp yang luas sejak mereka lari dari kekerasan militer di Myanmar pada 2017, yang kini menjadi subjek investigasi pembunuhan massal di pengadilan tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Gangster telah lama berperang untuk menguasai perdagangan narkoba, seperti pada pil-pil metamfetamin “yaba”, tetapi kepala polisi distrik Cox’s Bazar, Bangladesh, Mahfuzul Islam, mengatakan telah terjadi peningkatan ketegangan.
“Dalam tiga bulan terakhir saja, setidaknya 14 orang Rohingya terbunuh di kamp-kamp. Jumlah pembunuhan di kamp tersebut meningkat dibandingkan tahun lalu,” kata Mahfuzul Islam.
Seorang pemimpin komunitas Rohingya dan seorang keponakan salah seorang yang terbunuh juga menuduh ARSA atas pembunuhan-pembunuhan tersebut. “ARSA membunuh paman saya tadi malam. Paman saya biasa menasihati mereka untuk tidak menjual narkoba. Ia dengan sukarela mengawasi dengan berpatroli di kamp-kamp. Mereka membunuh paman saya,” kata sang keponakan, yang minta namanya tidak disebut karena alasan keamanan.
ARSA belum memberikan komentar tentang pembunuhan tersebut. Beberapa anggotanya tahun ini dituntut atas pembunuhan pemimpin puncak Rohingya, Mohib Ullah, pada September 2021. ARSA telah menolak keterlibatannya dalam kasus itu.
Pembunuhan itu mengirimkan gelombang kejutan di seluruh permukiman perbatasan yang menampung ratusan ribu pengungsi Rohingya tanpa kewarganegaraan yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar.
Pembunuhan Ullah, yang pernah diterima di Gedung Putih oleh Presiden Donald Trump, juga memicu tindakan keras oleh otoritas Bangladesh, dengan setidaknya 8.000 tersangka anggota ARSA ditangkap.
Baca: Retno Marsudi Menyoroti Krisis Rohingya Makin Memburuk
AL JAZEERA