Hakim sidang, Edwina Grima, sempat keluar dari ruangan setelah perubahan pembelaan, sebelum mengumumkan hukuman satu jam kemudian.
Kedua terdakwa juga diperintahkan untuk membayar masing-masing 50.000 euro dari uang yang mereka terima sebagai akibat dari kejahatan, serta biaya pengadilan. Sebelumnya mereka terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup.
Jaksa menuduh bahwa saudara-saudara itu disewa oleh seorang pengusaha Malta terkemuka yang memiliki hubungan dengan pemerintah. Pengusaha itu telah didakwa dan akan diadili secara terpisah.
Mengakhiri persidangan dengan tiba-tiba, Degiorgio bersaudara mengajukan pengakuan bersalah atas semua tuduhan berikut: pembunuhan yang disengaja; menyebabkan ledakan yang mengakibatkan kematian seseorang; kepemilikan bahan peledak secara ilegal; konspirasi kriminal; mempromosikan, membentuk, mengatur atau membiayai organisasi dengan maksud untuk melakukan tindak pidana, dan partisipasi aktif dalam konspirasi.
Tersangka ketiga, Vincent Muscat, menghindari persidangan setelah sebelumnya mengubah pengakuannya menjadi bersalah. Muscat menjalani hukuman 15 tahun.
Kedua bersaudara itu gagal mencoba merundingkan pengampunan dengan imbalan menyebutkan nama orang yang diduga terlibat, termasuk seorang mantan menteri yang identitasnya belum terungkap.
Persidangan yang telah lama ditunggu-tunggu datang setelah penyelidikan independen yang dilakukan oleh satu hakim yang menjabat dan dua pensiunan hakim, yang mengungkap budaya impunitas yang diciptakan oleh eselon kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan saat itu.
Hasil penyelidikan, yang diterbitkan pada Juli tahun lalu, menunjukkan bahwa “tentakel impunitas” yang membentang dari badan pengatur hingga polisi menyebabkan “runtuhnya supremasi hukum”.