TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan Uni Eropa dapat melarang jilbab selama itu adalah larangan umum yang tidak mendiskriminasi karyawan. Keputusan terbaru ini dikeluarkan pengadilan tinggi Eropa pada Kamis 13 Oktober 2022 tentang masalah yang telah memecah Eropa selama bertahun-tahun.
Kasus tersebut menyangkut seorang wanita Muslim yang diberitahu bahwa dia tidak boleh mengenakan jilbab ketika melamar untuk mengikuti pelatihan kerja selama enam pekan di sebuah perusahaan Belgia.
Perusahaan itu mengatakan memiliki aturan netralitas, yang berarti tidak ada penutup kepala yang diperbolehkan di tempat itu, baik topi, beanie, atau syal. Wanita itu membawa keluhannya ke pengadilan Belgia, yang kemudian meminta nasihat dari Pengadilan Kehakiman Uni Eropa (CJEU).
CJEU yang berbasis di Luksemburg mengatakan seharusnya tidak ada diskriminasi langsung dalam larangan semacam itu.
Baca juga: Turki Sebut Larangan Jilbab Uni Eropa Sebagai Pelanggaran Kebebasan Beragama
"Aturan internal dari suatu usaha yang melarang pemakaian tanda-tanda agama, filosofis atau spiritual yang terlihat, bukan merupakan diskriminasi langsung jika diterapkan pada semua pekerja secara umum dan tidak dibedakan," kata hakim.
Di Jerman, larangan jilbab bagi perempuan di tempat kerja telah diperdebatkan selama bertahun-tahun, sebagian besar berkaitan dengan calon guru di sekolah negeri dan hakim magang. Prancis, rumah bagi minoritas Muslim terbesar di Eropa, melarang pemakaian jilbab di sekolah negeri pada 2004.
CJEU tahun lalu mengatakan bahwa perusahaan Uni Eropa dapat melarang karyawan mengenakan jilbab dalam kondisi tertentu, jika mereka perlu melakukannya untuk memproyeksikan citra netralitas kepada pelanggan.
Baca juga: Pengadilan Uni Eropa Izinkan Larangan Jilbab di Tempat Kerja
REUTERS