TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan orang di Haiti yang dilanda krisis telah turun ke jalan di ibu kota Port-au-Prince. Massa menentang keputusan pemerintah mencari bantuan militer asing untuk memadamkan kekerasan terkait geng Haiti. Polisi telah menggunakan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa.
Baca juga: Kewalahan Atasi Gengster, Haiti Minta Bantuan Internasional
Para demonstran pada Senin berteriak menentang pendudukan asing. Mereka juga menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Ariel Henry. Pada Jumat pekan lalu, Henry meminta bantuan negara-negara asing untuk menghentikan tindakan kriminal oleh geng bersenjata di seluruh negeri.
Beberapa orang tertembak dan satu orang dilaporkan tewas dalam unjuk rasa tersebut. Para pengunjuk rasa menyalahkan polisi atas kematian itu.
“Ini adalah kejahatan yang dilakukan oleh polisi. Gadis muda ini tidak menimbulkan ancaman. Dia dibunuh karena mengekspresikan keinginannya untuk hidup bermartabat,” kata seorang pengunjuk rasa, yang menolak menyebutkan namanya.
“Kami tentu membutuhkan bantuan untuk mengembangkan negara kami, tetapi kami tidak membutuhkan sepatu bot (di lapangan)”, kata pengunjuk rasa lain. Mereka menuduh bahwa masyarakat internasional mencampuri urusan internal Haiti dan pemerintah tidak legitimasi untuk meminta bantuan militer.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Senin menyerukan pengerahan segera pasukan internasional khusus di Haiti untuk membantu negara Karibia itu, yang sedang menghadapi kekurangan bahan bakar dan air.
Duta Besar Haiti untuk Amerika Serikat juga mengatakan pada Senin bahwa AS dan Kanada harus memimpin untuk menghadapi geng-geng Haiti. "Kami ingin melihat tetangga kami seperti Amerika Serikat, seperti Kanada, memimpin dan bergerak cepat," kata Bocchit Edmond kepada Reuters.
“Ada ancaman yang sangat besar atas kepala perdana menteri. Jika tidak ada yang dilakukan dengan cepat, ada risiko kepala negara lain (akan) terbunuh di Haiti,” katanya. Ia merujuk pada pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada 2021.
AS pada Sabtu mengatakan sedang meninjau permintaan dukungan Haiti. Kementerian luar negeri Kanada pada hari Jumat mengatakan 19 anggota Organisasi Negara-negara Amerika berkomitmen untuk membantu warga Haiti.
Permintaan dari pemerintah Haiti datang hampir sebulan setelah salah satu geng paling kuat di negara itu mengepung terminal bahan bakar utama di ibu kota Port-au-Prince. Geng telah mencegah distribusi sekitar 10 juta galon solar serta bensin dan lebih dari 800.000 galon minyak tanah yang disimpan di lokasi.
Banyak orang Haiti menolak gagasan intervensi negara lainnya. Sebelumnya penjaga perdamaian PBB dituduh melakukan serangan seksual dan memicu epidemi kolera lebih dari satu dekade lalu yang menewaskan hampir 10.000 orang di Haiti.
"Ini inkonstitusional dan tindakan yang bertentangan dengan tuntutan rakyat Haiti," kata penduduk Port-au-Prince Josue Merilein.
Polisi Nasional Haiti telah berjuang mengendalikan geng dengan sumber daya yang terbatas dan kekurangan staf. Hanya terdapat 12.800 petugas aktif di negara berpenduduk lebih dari 11 juta orang itu.
Haiti adalah salah satu negara termiskin di dunia yang menderita bencana alam berkala serta krisis politik. Sejak itu, geng-geng bersenjata kian merajalela.
Banyak warga Haiti telah menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Henry, yang pemerintahannya hanya sementara. Henry menunda tanpa batas waktu pemilihan yang sebelumnya dijadwalkan pada November 2021. Protes dan kerusuhan pecah di sekitar Haiti sejak pemerintah mengumumkan pada bulan lalu bahwa mereka akan memotong subsidi bahan bakar yang mengakibatkan kenaikan harga BBM.
Baca: Kolera Berjangkit Lagi di Haiti, pada 2010 Renggut 10 Ribu Jiwa
AL JAZEERA | REUTERS